PBB Hadapi Tekanan Finansial, Rencana Pemangkasan Anggaran Berpotensi Merumahkan Ribuan Karyawan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah menghadapi tantangan finansial yang signifikan, mendorong organisasi internasional ini untuk mengambil langkah-langkah efisiensi yang drastis. Sekretariat PBB berencana untuk memangkas anggaran operasional sebesar 20%, setara dengan 3,7 miliar dolar AS. Langkah ini diperkirakan akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja, dengan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 6.900 karyawan.
Memo internal yang dikirimkan kepada staf PBB mengungkapkan bahwa seluruh unit diminta untuk menyerahkan rencana detail efisiensi paling lambat 13 Juni 2025. Rencana ini akan mulai berlaku pada 1 Januari, yang menandai awal siklus anggaran berikutnya. Krisis keuangan yang dihadapi PBB sebagian besar disebabkan oleh tunggakan pembayaran dari Amerika Serikat (AS), yang secara tradisional menyumbang hampir seperempat dari pendanaan organisasi tersebut. Selain pemotongan bantuan luar negeri oleh pemerintahan sebelumnya, AS juga dilaporkan memiliki tunggakan iuran tahunan yang mencapai hampir 1,5 miliar dolar AS.
Pengawas PBB, Chandramouli Ramanathan, dalam memo tersebut, menjelaskan bahwa inisiatif efisiensi ini merupakan bagian dari tinjauan komprehensif yang diluncurkan sejak Maret lalu dengan nama sandi UN80. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa PBB tetap relevan dan efektif dalam mendukung multilateralisme abad ke-21, mengurangi penderitaan manusia, serta membangun masa depan yang lebih baik bagi semua.
Ramanathan menekankan pentingnya kerja sama dari seluruh pihak dalam upaya kolektif ini, mengingat jadwal implementasi yang ketat. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dalam pengarahan kepada para diplomat PBB, menyatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan perombakan besar-besaran yang akan menggabungkan departemen-departemen utama dan mengalihkan sumber daya ke berbagai wilayah di dunia. Langkah-langkah yang diusulkan termasuk penggabungan beberapa lembaga, pemangkasan staf, pemindahan staf ke kota-kota dengan biaya hidup lebih rendah, pengurangan duplikasi fungsi, dan penghapusan birokrasi yang berlebihan.
Guterres mengakui bahwa masa depan PBB penuh dengan tantangan, tetapi juga menawarkan peluang besar. Ia menekankan perlunya mengambil keputusan yang sulit dan tidak nyaman untuk mengatasi masalah keuangan yang dihadapi organisasi. Kegagalan AS dalam membayar iurannya telah menciptakan krisis likuiditas bagi PBB, yang diperburuk oleh keterlambatan pembayaran berulang dari China. Kedua negara ini secara kolektif menyumbang lebih dari 40% pendanaan PBB. Selain itu, pemotongan dana diskresioner oleh pemerintahan sebelumnya telah memaksa penghentian mendadak puluhan program kemanusiaan PBB, yang menurut pejabat PBB dapat menyebabkan konsekuensi yang fatal.
Anggaran AS yang diusulkan untuk tahun mendatang, yang masih harus disetujui oleh Kongres, mengusulkan penghapusan atau pengurangan drastis pendanaan untuk beberapa program PBB, termasuk pemeliharaan perdamaian. Pada bulan April lalu, Tom Fletcher dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyampaikan kepada staf bahwa pemotongan dana dari AS akan memaksa lembaganya untuk memangkas 20% staf guna menutupi defisit senilai 58 juta dolar AS.
Para diplomat berspekulasi bahwa Guterres berharap bahwa dengan menunjukkan kesediaan untuk melakukan pemotongan anggaran, pemerintahan AS akan melonggarkan ancaman mereka untuk menghentikan pendanaan bagi PBB. Namun, ada juga kemungkinan bahwa pemerintahan AS akan menerima pemotongan tersebut tanpa memberikan konsesi apa pun.
Berikut adalah beberapa poin penting yang menggarisbawahi situasi yang sedang berlangsung:
- Krisis keuangan PBB dipicu oleh tunggakan pembayaran dari AS dan keterlambatan dari China.
- Pemangkasan anggaran sebesar 20% direncanakan, berpotensi menyebabkan PHK terhadap 6.900 karyawan.
- Sekretaris Jenderal PBB sedang mempertimbangkan perombakan besar-besaran untuk meningkatkan efisiensi.
- Pemotongan dana dari AS telah memaksa penghentian program kemanusiaan.
- Masa depan pendanaan PBB tetap tidak pasti, tergantung pada keputusan Kongres AS dan kebijakan pemerintahan.
Langkah-langkah efisiensi yang diusulkan mencerminkan upaya PBB untuk beradaptasi dengan realitas keuangan yang berubah dan memastikan keberlanjutan operasinya dalam jangka panjang.