Jeritan Pengemudi Ojol: Potongan Tarif Tinggi Menggerogoti Pendapatan Hingga 80 Persen

Penghasilan Pengemudi Ojol Terpangkas Akibat Potongan Tarif Aplikator

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait kondisi finansial para pengemudi ojek online (ojol). Menurut serikat pekerja tersebut, para pengemudi mengalami penurunan pendapatan drastis, mencapai hingga 80 persen, akibat sistem potongan tarif yang diterapkan oleh perusahaan aplikasi.

Ketua SPAI, Lily Pujiati, menyoroti ketidakadilan dalam pembagian pendapatan antara pengemudi dan aplikator. Lily menjelaskan bahwa dengan skema yang ada, pengemudi hanya menerima sebagian kecil dari tarif yang dibayarkan oleh pelanggan. Sebagai contoh, dari tarif Rp 18.000 yang dibayarkan pelanggan untuk layanan pengantaran makanan, pengemudi hanya mendapatkan Rp 5.200. Lily mengkritik keras praktik ini, dengan mengatakan bahwa pengemudi seharusnya menerima setidaknya 80 persen dari hasil kerja mereka, sesuai dengan regulasi pemerintah yang membatasi potongan platform maksimal 20 persen.

SPAI juga menyoroti berbagai skema diskriminatif yang diterapkan perusahaan aplikasi, seperti sistem level atau tingkatan, slot, argo goceng (aceng), hub, dan program hemat seperti GrabBike Hemat. Skema-skema ini memaksa pengemudi untuk memilih opsi yang kurang menguntungkan agar tetap mendapatkan order, yang pada akhirnya mengurangi pendapatan mereka secara signifikan. Lily mencontohkan bagaimana pengemudi bisa kehilangan hingga Rp 20.000 per order jika memilih skema seperti GrabBike Hemat.

Selain potongan tarif, pengemudi ojol juga harus menanggung biaya operasional yang tinggi. Lily merinci bahwa setiap pengemudi menghabiskan sekitar Rp 30.000 per hari untuk bahan bakar. Biaya lain yang harus ditanggung meliputi parkir, suku cadang kendaraan, pulsa dan paket data, cicilan atribut (helm, jaket, tas), cicilan ponsel, dan cicilan kendaraan.

Dengan semua pengeluaran tersebut, Lily mengungkapkan bahwa upah bersih yang diterima pengemudi ojol per bulan hanya sekitar Rp 3 juta, bahkan dengan bekerja tanpa libur di akhir pekan. Jumlah ini jauh di bawah upah minimum DKI Jakarta. Lily juga menekankan bahwa pengemudi ojol seharusnya diakui sebagai pekerja tetap, mengingat mereka memenuhi tiga unsur penting dalam hubungan kerja, yaitu pekerjaan, upah, dan perintah. Ia mendesak pemerintah untuk melindungi hak-hak pengemudi ojol melalui RUU Ketenagakerjaan yang akan dibahas di DPR RI.

SPAI berharap negara dapat hadir dan memberikan pengakuan serta perlindungan penuh kepada pengemudi ojol sebagai pekerja tetap. Mereka berharap RUU Ketenagakerjaan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak pengemudi ojol dan memastikan mereka mendapatkan upah yang layak dan kondisi kerja yang adil.