Upaya Pemberantasan Praktik Korupsi dalam Sepak Bola Usia Dini di Indonesia Digencarkan
Upaya Pemberantasan Praktik Korupsi dalam Sepak Bola Usia Dini di Indonesia Digencarkan
Isu mengenai praktik-praktik tidak terpuji, termasuk praktik suap dan korupsi, dalam sepak bola usia muda di Indonesia terus menjadi sorotan tajam. Guna mewujudkan iklim sepak bola yang sehat dan menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas, berbagai upaya terus dilakukan.
Salah satu langkah konkret adalah penyelenggaraan Seminar SEPAKBOLA (Seminar Edukasi Penggiat Anti Korupsi Bikin Olahraga Lebih Ajib) di Jakarta, Jumat (30/5/2025). Acara ini menjadi wadah diskusi intensif mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan praktik-praktik koruptif yang dapat merusak fondasi sepak bola Indonesia.
Seminar ini terselenggara berkat kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk Asisten Deputi Olahragawan Elit Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI), dan Sport Corner Indonesia. Kehadiran perwakilan dari berbagai elemen sepak bola, mulai dari pejabat pemerintah, mantan pemain tim nasional, hingga pengurus asosiasi pemain profesional, menunjukkan keseriusan dalam menangani isu ini.
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK RI, Amir Arief, dalam pemaparannya menyoroti keresahan masyarakat terkait praktik-praktik yang menciderai nilai-nilai sportivitas dan fair play dalam sepak bola. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pembinaan usia dini, pengelolaan liga, serta pengelolaan organisasi dan klub sepak bola.
"Sport itu dari bahasa Latin permainan yang menjunjung suka cita, penghormatan kepada value fair play dan sportivitas. Bukan menghalalkan segala cara, bukan membayar duit buat naik kelas, bukan curi umur ketika kompetisi umur," tegas Amir.
Mantan penyerang Timnas Indonesia, Indriyanto Nugroho, yang kini aktif dalam pembinaan sepak bola usia muda, menyayangkan praktik suap-menyuap yang dapat menghambat perkembangan pemain muda. Ia menekankan pentingnya fokus pada latihan, teknik, taktik, dan mental pemain, bukan pada finansial orang tua.
"Sepak bola tidak seharusnya seperti itu, kita lihat kualitas sepak bola, terutama di Eropa, bagaimana mereka bisa menciptakan pemain-pemain berkualitas. Karena mereka fokus, latihan serius konsentrasi dan kedisiplinan," ujar Indriyanto.
Presiden Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), Andritany Ardhiyasa, meyakini bahwa praktik korupsi akan merugikan banyak pihak, terutama talenta-talenta muda yang tersingkir karena praktik sogok-menyogok. Ia berharap agar kasus-kasus seperti ini dapat diungkap dan dibersihkan.
"Sebab jika praktek itu berjalan, berarti ada talenta yang disingkirkan. Ada talenta yang sebenarnya mereka punya talenta bisa kita katakan lolos, tanpa sogok-menyogok, akhirnya disingkirkan," kata Andritany.
Pengamat sepak bola dari Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali, menyoroti pentingnya kompetisi usia muda sebagai wadah bagi pemain muda untuk mendapatkan jam terbang. Ia memberikan masukan kepada PSSI agar Piala Soeratin menjadi kompetisi yang berkelanjutan, bukan sekadar turnamen sekali tanding.
Upaya pemberantasan praktik korupsi dalam sepak bola usia dini merupakan langkah krusial untuk membangun fondasi sepak bola Indonesia yang kuat dan berintegritas. Dengan melibatkan berbagai pihak dan fokus pada pembinaan pemain muda yang berkualitas, diharapkan sepak bola Indonesia dapat meraih prestasi yang membanggakan di masa depan.