DPR Mendorong Serikat Pekerja Aktif Mengawasi Implementasi Surat Edaran Antidiskriminasi dalam Rekrutmen
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia melalui Komisi IX, menyerukan kepada serikat pekerja untuk mengambil peran aktif dalam mengawasi implementasi Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) terkait pencegahan dan penanganan diskriminasi dalam hubungan kerja, khususnya dalam proses rekrutmen.
Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi, menyampaikan apresiasinya terhadap penerbitan SE antidiskriminasi lowongan kerja tersebut. Ia menekankan pentingnya pengawasan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. "Kami mendorong agar serikat pekerja, organisasi masyarakat sipil, dan publik luas diberikan ruang untuk ikut mengawasi pelaksanaannya," ujarnya.
Menurut Kahfi, keterlibatan publik sangat krusial untuk memastikan efektivitas regulasi ini. Tanpa pengawasan yang memadai, SE tersebut berpotensi hanya menjadi simbolis belaka. Ia juga menyatakan bahwa Komisi IX DPR RI akan secara berkala mengevaluasi implementasi SE ini.
"Ke depan, kami di Komisi IX akan mendorong adanya evaluasi berkala terhadap pelaksanaan surat edaran ini," kata Kahfi.
Lebih lanjut, Ashabul Kahfi menyampaikan bahwa Komisi IX DPR RI membuka peluang untuk mengusulkan penguatan regulasi antidiskriminasi ini, bahkan hingga memasukkannya dalam agenda revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.
"Jika diperlukan, bukan tidak mungkin kami akan mengusulkan penguatan regulasi ini dalam bentuk peraturan menteri yang lebih operasional atau bahkan memasukkannya dalam agenda revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan," ungkapnya.
Politisi tersebut menekankan bahwa isu diskriminasi di tempat kerja masih menjadi tantangan serius, meliputi diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, agama, usia, disabilitas, dan status sosial. Oleh karena itu, kehadiran regulasi seperti SE ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan prinsip keadilan dan kesetaraan di dunia kerja.
Keberhasilan SE ini, lanjutnya, sangat bergantung pada implementasi yang efektif. Komisi IX DPR RI memandang perlu adanya langkah konkret dan sistematis dari pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, untuk memastikan SE ini dijalankan oleh seluruh perusahaan, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia mengingatkan agar tidak hanya berhenti pada kebijakan normatif, tetapi juga melakukan pengawasan ketat dan menindak pelanggaran.
Kahfi juga menyoroti pentingnya komitmen antidiskriminasi yang menyentuh kelompok pekerja rentan, seperti buruh perempuan, penyandang disabilitas, dan pekerja kontrak. Kelompok-kelompok ini sering kali menjadi korban diskriminasi yang tersembunyi. Komitmen antidiskriminasi harus menjangkau kelompok-kelompok ini, tidak hanya di perusahaan besar tetapi juga di sektor informal dan industri padat karya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) telah menerbitkan SE Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja. SE ini melarang adanya diskriminasi dan ketentuan persyaratan usia dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Menaker juga meminta para gubernur untuk menyampaikan SE ini kepada bupati/wali kota dan pemangku kepentingan terkait di wilayah masing-masing.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu digarisbawahi:
- Serikat pekerja didorong untuk mengawasi implementasi SE antidiskriminasi.
- Komisi IX DPR RI akan mengevaluasi pelaksanaan SE secara berkala.
- Potensi penguatan regulasi hingga revisi UU Ketenagakerjaan.
- Fokus pada perlindungan kelompok pekerja rentan.
- SE Menaker melarang diskriminasi dalam rekrutmen, termasuk batasan usia.
Dengan adanya pengawasan yang ketat dan implementasi yang efektif, diharapkan SE ini dapat memberikan dampak positif bagi terciptanya lingkungan kerja yang adil dan inklusif bagi seluruh pekerja di Indonesia.