Gelombang PHK di Sektor Padat Karya Meningkat, Pemerintah Diminta Proaktif Cari Solusi

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda industri padat karya di Indonesia semakin mengkhawatirkan sejak awal tahun 2025. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyoroti bahwa gelombang PHK yang masif ini merupakan dampak dari kombinasi faktor ekonomi global dan domestik. Ia bahkan memprediksi bahwa tren PHK ini masih akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang. Agus menekankan bahwa berbagai regulasi yang menghambat dan pungutan ilegal, khususnya dalam proses perizinan, menjadi penyebab utama ketidakberdayaan industri dalam negeri. Beban biaya produksi yang meningkat akibat pungutan-pungutan ini membuat produk Indonesia kurang kompetitif di pasar ekspor, sehingga hanya bergantung pada pasar domestik.

Industri padat karya, yang mengandalkan tenaga kerja manusia dalam jumlah besar dibandingkan teknologi, memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Sektor ini mencakup berbagai bidang seperti:

  • Tekstil
  • Alas kaki
  • Perkebunan, termasuk industri hasil tembakau
  • Perikanan kelautan
  • Kerajinan
  • Konstruksi
  • Pariwisata dan perhotelan

Pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, menyoroti peran krusial pemerintah dalam mengatasi persoalan PHK di sektor padat karya. Ia menekankan pentingnya implementasi Pasal 151 UU Cipta Kerja, yang mewajibkan pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah untuk bersama-sama mencegah terjadinya PHK. Jika PHK tidak terhindarkan, prosesnya harus dilakukan secara transparan dan sesuai dengan mekanisme penyelesaian yang telah ditetapkan.

Timboel menyarankan agar pemerintah pusat dan daerah secara aktif menjalin komunikasi dengan perusahaan-perusahaan untuk mengidentifikasi hambatan yang mereka hadapi. Upaya ini penting untuk menghilangkan regulasi-regulasi yang mengancam kelangsungan industri padat karya.

Selain itu, pemerintah juga perlu memantau kebutuhan investor sebagai langkah mitigasi terhadap PHK. Lonjakan PHK dapat berdampak signifikan pada konsumsi masyarakat, yang saat ini menyumbang 52 persen dari PDB. PHK mengurangi daya beli masyarakat, yang kemudian berdampak pada penurunan investasi karena permintaan terhadap produk-produk lokal menurun.

Timboel juga memperingatkan tentang potensi peningkatan kerawanan sosial dan kriminalitas akibat meningkatnya pengangguran. Ia menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk belajar dari pengalaman Amerika Serikat, di mana isu PHK dianggap sangat krusial dan tingkat pengangguran terbuka menjadi indikator sensitif bagi kesehatan ekonomi.