Efektivitas Surat Edaran Anti-Diskriminasi Ketenagakerjaan Diragukan, Perlu Regulasi yang Lebih Kuat
Implementasi Surat Edaran Anti-Diskriminasi Terganjal Kekuatan Hukum
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (SE Menaker) Nomor M/6/HK.04/V/2025 yang bertujuan untuk melarang diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja menuai sorotan. Meskipun memiliki tujuan mulia, yaitu menciptakan lingkungan kerja yang adil dan inklusif, efektivitas SE ini diragukan karena statusnya yang bukan merupakan regulasi mengikat. Para pengamat hukum dan ketenagakerjaan menilai bahwa SE ini belum cukup kuat untuk mengatasi persoalan diskriminasi, terutama diskriminasi usia, yang masih marak terjadi di dunia kerja Indonesia.
Direktur Celios, Media Wahyu Askar, menekankan bahwa kelemahan utama SE terletak pada sifatnya yang tidak mengikat secara hukum. Hal ini menyebabkan implementasinya sangat bergantung pada kebijakan internal masing-masing perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan memiliki kebebasan untuk mengadopsi atau mengabaikan imbauan dalam SE tersebut. Kondisi ini tentu saja membuka peluang bagi praktik diskriminasi untuk terus berlangsung, terutama jika perusahaan tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan.
Urgensi Regulasi yang Mengikat
Untuk mengatasi kelemahan SE, para ahli mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi yang lebih kuat dan mengikat secara hukum. Beberapa opsi yang diusulkan antara lain adalah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Pemerintah (PP), atau bahkan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan. Regulasi yang mengikat akan memberikan landasan hukum yang jelas bagi larangan diskriminasi dan memberikan sanksi yang tegas bagi perusahaan yang melanggar.
Media Wahyu Askar mencontohkan praktik di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang telah lama memiliki regulasi tentang equal employment opportunity. Regulasi ini tidak hanya melarang diskriminasi dalam rekrutmen, tetapi juga memberikan hak kepada pekerja untuk melaporkan praktik diskriminatif. Selain itu, regulasi tersebut juga mengatur batasan usia kerja dan mensyaratkan adanya justifikasi yang jelas jika perusahaan ingin menetapkan batasan usia tertentu dalam lowongan pekerjaan.
Meniru Praktik Terbaik dari Negara Lain
Salah satu aspek penting yang perlu diadopsi dari negara-negara maju adalah sistem pelaporan dan penegakan hukum yang efektif. Di negara-negara tersebut, pekerja yang merasa menjadi korban diskriminasi dapat melaporkan kejadian tersebut kepada lembaga pemerintah yang berwenang. Lembaga ini kemudian akan melakukan investigasi dan memberikan sanksi jika terbukti terjadi pelanggaran. Sistem seperti ini belum ada di Indonesia, padahal sangat penting untuk memantau dan menindak praktik diskriminasi di dunia kerja.
Dengan adanya regulasi yang lebih kuat dan sistem pelaporan yang efektif, diharapkan praktik diskriminasi di dunia kerja Indonesia dapat diminimalisir. Hal ini tidak hanya akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan inklusif, tetapi juga akan meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia.
Isi Surat Edaran Menaker
Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja, yang diterbitkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), memiliki empat poin utama:
- Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
- Pemberi kerja dilarang melakukan diskriminasi dalam proses rekrutmen.
- Persyaratan usia hanya diperbolehkan jika ada kepentingan khusus.
- SE ini berlaku untuk seluruh perusahaan di berbagai sektor, termasuk BUMN.