Potret Rahmat: Pelestari Kenangan Monas di Era Digital
Di jantung ibu kota, di antara riuhnya lalu lalang pengunjung Monumen Nasional (Monas), berdiri seorang pria bernama Rahmat. Bukan seorang pemandu wisata, bukan pula pedagang suvenir, melainkan seorang juru foto keliling yang setia mengabadikan momen-momen berharga para pelancong.
Rahmat, pria berusia 43 tahun asal Malang, telah lebih dari satu dekade menekuni profesi ini. Dengan kamera lawas yang menjadi andalannya, ia menawarkan jasa foto cetak langsung di tempat. Di era digital yang serba canggih, di mana setiap orang dapat dengan mudah mengambil foto menggunakan ponsel pintar, jasa Rahmat tetap memiliki daya tarik tersendiri, terutama bagi wisatawan yang datang dari berbagai daerah.
"Alhamdulillah, selalu ada saja yang berminat. Kuncinya adalah terus menawarkan," ungkap Rahmat, saat ditemui di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Baginya, hari libur adalah berkah tersendiri, karena semakin banyak orang yang ingin mengabadikan momen mereka di ikon kota Jakarta ini.
Rahmat bercerita bahwa awalnya ia menekuni profesi ini hanya sebagai pengisi waktu luang, karena hobinya memotret sejak bangku SMA. Namun, siapa sangka, hobi tersebut justru menjadi jalan rezeki baginya.
Salah satu hal menarik dari jasa foto Rahmat adalah pose andalan yang selalu diminati oleh para pelanggannya. Pose tersebut adalah pose seolah-olah memegang puncak Monas dari kejauhan. Pose ini menjadi ikonik dan seolah menjadi bukti bahwa mereka telah mengunjungi Monas. Selain itu, ada pula pose bersandar di Monas yang juga populer di kalangan wisatawan. Namun, Rahmat juga fleksibel dan menyesuaikan dengan keinginan pelanggannya. Ia melayani berbagai gaya, mulai dari gaya formal hingga gaya santai di taman.
Lebih dari sekadar menghasilkan foto, Rahmat juga memberikan pengalaman personal bagi para pelanggannya. Ia selalu berusaha untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan akrab. Tak jarang, ia memberikan arahan gaya yang kreatif dan unik. Hal ini membuat para pelanggannya merasa puas dan senang dengan hasil fotonya.
Bagi Rahmat, kepuasan pelanggan adalah segalanya. Ia merasa bahagia ketika hasil fotonya dipuji dan diapresiasi. Ucapan terima kasih dari pelanggan menjadi motivasi baginya untuk terus memberikan yang terbaik.
Saat ini, Rahmat hanya fokus menjajakan jasanya di Monas. Ia pernah mencoba peruntungan di Kota Tua, namun merasa kurang cocok. Baginya, Monas sudah menjadi tempat yang spesial, tempat di mana ia mencari rezeki dan bertemu dengan orang-orang dari berbagai daerah.
Di tengah gempuran teknologi dan tren swafoto, keberadaan tukang foto keliling seperti Rahmat adalah sebuah oase. Ia mengingatkan kita bahwa momen bukan hanya tentang hasil jepretan yang sempurna, tetapi juga tentang pengalaman personal, interaksi manusia, dan kenangan yang tak ternilai harganya. Rahmat, dengan kamera lawasnya, adalah pelestari kenangan Monas di era digital.
Berikut adalah daftar pose foto yang sering diminta oleh pengunjung:
- Pose memegang puncak Monas dari kejauhan
- Pose bersandar di Monas
- Gaya santai di taman
- Gaya sesuai permintaan pelanggan