Waduk Retensi Marunda: Antara Harapan dan Realita Pembangunan Mangkrak

Di tengah hiruk pikuk Kota Jakarta, sebuah ironi mencuat di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Waduk Retensi Marunda, yang seharusnya menjadi solusi penanggulangan banjir dan ruang terbuka hijau, justru beralih fungsi menjadi "tempat rekreasi" dadakan bagi warga sekitar.

Waduk seluas 56 hektare ini, yang pembangunannya terhenti selama 11 tahun, menawarkan pemandangan yang kontras. Airnya yang jernih dengan gradasi hijau dan biru memanjakan mata, menarik minat warga untuk menghabiskan waktu di sana. Anak-anak terlihat riang bermain air, melompat dari gundukan tanah dan berenang di waduk. Kegembiraan mereka seolah menutupi fakta bahwa proyek ini belum rampung dan terbengkalai.

Pardi (41), seorang warga, mengungkapkan bahwa waduk ini telah lama menjadi alternatif rekreasi gratis. Ia menuturkan, sebelumnya warga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk berenang di tempat lain. "Biasanya berenang di Harapan Indah dan itu memakan biaya tiket masuk saja Rp 80.000 untuk usia di atas tiga tahun, terbukanya waduk ini membuat anak-anak dari wilayah mana saja, seperti desa sebelah itu mereka menikmati berenang di sini," ujarnya.

Menurut Pardi, kedalaman waduk yang relatif dangkal dan dasar yang didominasi tanah merah menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak. "Di bawahnya juga enggak ada semacam bambu atau apapun bersih, jadi enggak bahaya," tambahnya.

Warsi (30), warga lainnya, juga mengamini hal tersebut. Ia mengatakan bahwa anaknya setiap hari berenang di waduk. "Anak saya tiap hari berenang. Jadi, bisa buat tempat bermain enak, enggak dalam juga, anak-anak lebih leluasa," katanya.

Namun, di balik keceriaan dan manfaat yang dirasakan warga, tersimpan kekecewaan atas mandeknya pembangunan waduk. Proyek yang dimulai pada tahun 2014, saat Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur Jakarta, ini seharusnya menjadi tempat wisata dengan taman-taman di sekelilingnya. Kini, area yang seharusnya menjadi taman justru dipenuhi ilalang dan terbengkalai.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan: sampai kapan Waduk Retensi Marunda akan terus menjadi "tempat rekreasi" dadakan? Kapan harapan warga untuk memiliki waduk yang berfungsi optimal dan terintegrasi dengan fasilitas rekreasi dapat terwujud? Pembangunan waduk yang mangkrak ini menjadi ironi tersendiri di tengah upaya pemerintah kota untuk meningkatkan kualitas hidup dan ruang terbuka hijau bagi warganya.

Berikut adalah poin-poin penting:

  • Waduk Retensi Marunda di Cilincing, Jakarta Utara, menjadi "tempat rekreasi" gratis bagi warga karena pembangunannya mangkrak selama 11 tahun.
  • Warga memanfaatkan waduk untuk berenang dan bermain air, terutama anak-anak.
  • Pembangunan waduk yang seharusnya menjadi tempat wisata dengan taman-taman di sekelilingnya belum juga rampung.
  • Area di sekeliling waduk yang seharusnya menjadi taman kini terbengkalai dan dipenuhi ilalang.
  • Warga berharap pembangunan waduk segera diselesaikan agar dapat berfungsi optimal dan memberikan manfaat yang lebih besar.

Beberapa hal penting yang perlu dicermati:

  • Dampak Sosial: Pemanfaatan waduk sebagai tempat rekreasi menunjukkan kebutuhan warga akan ruang terbuka hijau dan fasilitas rekreasi yang terjangkau.
  • Dampak Lingkungan: Kondisi waduk yang terbengkalai dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti pencemaran air dan kerusakan ekosistem.
  • Tanggung Jawab Pemerintah: Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan pembangunan waduk dan memastikan keberlanjutannya.

Dibutuhkan langkah konkret dan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan pembangunan Waduk Retensi Marunda. Selain menyelesaikan pembangunan fisik, pemerintah juga perlu memperhatikan aspek sosial dan lingkungan agar waduk dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.