KPK Dalami Dugaan Pemerasan dalam Kasus Suap Izin TKA, Eks Dirjen Kemnaker Diperiksa Intensif
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan terkait dugaan korupsi dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Fokus terbaru penyidikan tertuju pada indikasi adanya praktik pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat di lingkungan Kemnaker.
Sebagai bagian dari upaya pendalaman tersebut, KPK telah memeriksa mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker, Haryanto. Pemeriksaan intensif dilakukan pada Jumat, 23 Mei lalu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, dan berlangsung selama lebih dari sembilan jam. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyidik menggali informasi dari Haryanto terkait dugaan pemerasan tersebut, mengingat posisinya dalam struktur Kemnaker yang memiliki kewenangan dalam pengurusan TKA di Indonesia.
Usai menjalani pemeriksaan, Haryanto memilih untuk tidak memberikan banyak komentar kepada awak media. Saat dicecar pertanyaan mengenai kasus pengurusan TKA, ia hanya menjawab singkat, "Tanya penyidik saja," sebelum meninggalkan Gedung KPK.
Selain Haryanto, KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi lain untuk memperkuat bukti-bukti dalam kasus ini. Mereka adalah:
- Suhartono, Dirjen Binapenta & PKK periode 2020-2023
- Wisnu Pramono, Direktur PPTKA Kemnaker periode 2017-2019
- Devi Angraeni, Direktur PPTKA tahun 2024-2025
Kasus dugaan korupsi di Kemnaker ini mencuat terkait dengan praktik suap dalam pengurusan izin penggunaan tenaga kerja asing selama periode 2020-2023. KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Diduga, oknum pejabat di Kemnaker melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing yang bermaksud bekerja di Indonesia.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya menjelaskan bahwa oknum di lingkungan Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker diduga memungut atau memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, yang melanggar Pasal 12e dan/atau menerima gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Praktik ini dilakukan terhadap para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.
KPK terus berupaya untuk mengungkap secara tuntas praktik korupsi dalam pengurusan izin TKA ini, termasuk mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam praktik haram tersebut.