Pemerintah Integrasikan Data PHK Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan untuk Kebijakan yang Lebih Akurat
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), mengambil langkah strategis untuk meningkatkan akurasi dan validitas data pemutusan hubungan kerja (PHK) di seluruh negeri. Mulai Juni 2025, Kemnaker akan mengimplementasikan sistem data terintegrasi yang menggabungkan informasi dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemnaker dengan data yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Inisiatif ini bertujuan untuk mengatasi disparitas data PHK yang selama ini menjadi kendala. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyatakan bahwa integrasi ini akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan akurat tentang dinamika PHK di Indonesia. Dengan data yang lebih valid, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan efektif dalam mengatasi dampak PHK.
"Mulai minggu depan, kami akan menggunakan data baru yang terintegrasi dari Pusdatin Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan," ujar Yassierli dalam konferensi pers di Jakarta. Langkah ini merupakan respons atas temuan perbedaan signifikan antara data PHK yang dilaporkan oleh Kemenaker dan data klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang tercatat oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Sebelumnya, data PHK yang dilaporkan oleh Kemenaker hingga 20 Mei 2025 mencapai 26.454 kasus, meningkat dibandingkan 24.036 kasus pada 23 Maret 2025. Namun, DJSN mencatat lonjakan klaim JKP yang signifikan, mencapai 52.850 klaim selama Januari hingga April 2025, dengan rata-rata 13.210 klaim per bulan. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata klaim bulanan pada tahun-tahun sebelumnya.
Ketua DJSN, Nunung Nuryartono, menyoroti kenaikan tajam klaim JKP dari Januari hingga April 2025 sebagai indikasi adanya PHK yang signifikan. Menaker Yassierli mengakui bahwa data PHK selama ini belum sinkron karena mengandalkan laporan bottom-up dari Dinas Ketenagakerjaan, yang berpotensi menyebabkan data terlewat dan kurang valid.
Integrasi data ini diharapkan menghasilkan basis data tunggal dan akurat yang dapat digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan terkait PHK. "Kami ingin data PHK yang berasal dari Kemnaker, hasil integrasi dengan BPJS Ketenagakerjaan, menjadi dasar rumusan kebijakan. Data ini penting untuk mengetahui sektor dan lokasi PHK, serta mitigasi yang diperlukan," jelas Yassierli.
Selain integrasi data, Kemnaker juga sedang mempersiapkan pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK). Satgas ini akan bertugas memantau dan memitigasi PHK dari hulu hingga hilir, melibatkan berbagai kementerian terkait. Satgas PHK akan mengkaji kebijakan yang berdampak pada ketenagakerjaan dan ekonomi secara keseluruhan, sehingga dapat memberikan respons yang terkoordinasi dan efektif.
"Satgas PHK ini tinggal menunggu peluncuran. Satgas ini tidak hanya bicara soal mitigasi PHK, tetapi satu satgas yang cover dari hulu ke hilir," pungkas Menaker, menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam mengatasi masalah PHK di Indonesia.
Dengan inisiatif integrasi data dan pembentukan Satgas PHK, pemerintah berupaya meningkatkan efektivitas kebijakan ketenagakerjaan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja yang terdampak PHK.