Pengadilan AS Batalkan Kebijakan Tarif Impor Era Trump: Kongres Pegang Kendali Perdagangan

Pengadilan Perdagangan Internasional Amerika Serikat telah mengeluarkan putusan yang membatalkan sebagian besar kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh mantan Presiden Donald Trump. Keputusan ini menegaskan bahwa wewenang untuk mengatur perdagangan dengan negara lain secara eksklusif berada di tangan Kongres, bukan presiden.

Putusan yang dikeluarkan pada hari Rabu (28/5/2025) tersebut menyatakan bahwa penggunaan tarif secara menyeluruh oleh Trump melampaui batas kewenangan yang diberikan oleh Konstitusi AS. Panel tiga hakim dengan tegas menyatakan bahwa tindakan presiden dalam mengenakan tarif impor secara luas tidak sesuai dengan hukum federal yang berlaku.

"Pengadilan tidak menilai apakah penggunaan tarif oleh Presiden sebagai alat tawar-menawar adalah bijaksana atau efektif," tulis panel hakim dalam putusannya. "Penggunaan tersebut dilarang bukan karena tidak bijaksana atau tidak efektif, tetapi karena undang-undang federal tidak mengizinkannya."

Pemerintahan Trump segera mengajukan banding atas putusan tersebut, mempertanyakan kewenangan pengadilan dalam membatalkan kebijakan tarifnya. Putusan ini membatalkan perintah tarif yang dikeluarkan sejak Januari berdasarkan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA), undang-undang yang dirancang untuk mengatasi ancaman dalam keadaan darurat nasional.

Perlu dicatat bahwa pengadilan tidak meninjau tarif khusus sektor tertentu yang diberlakukan Trump terhadap industri otomotif, baja, dan aluminium, karena tarif tersebut didasarkan pada undang-undang yang berbeda.

Putusan Pengadilan Perdagangan Internasional yang berbasis di Manhattan ini dapat diajukan banding ke Pengadilan Banding Federal AS di Washington, D.C., dan bahkan ke Mahkamah Agung AS.

Implikasi dari putusan ini, jika tetap berlaku, akan signifikan. Strategi Trump yang mengandalkan tarif tinggi sebagai alat untuk memaksa konsesi dari mitra dagang akan terhambat. Ketidakpastian akan meliputi negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung dengan Uni Eropa, Tiongkok, dan negara-negara lain.

Namun, analis Goldman Sachs menunjukkan bahwa putusan tersebut tidak memblokir tarif sektor-spesifik dan bahwa pemerintahan Trump masih memiliki opsi hukum lain untuk memberlakukan tarif. Menteri Keuangan Hong Kong memberikan pernyataan keputusan pengadilan tersebut akan setidaknya membuat Presiden Trump lebih masuk akal.

Keputusan pengadilan perdagangan AS ini bermula dari dua gugatan hukum. Satu gugatan diajukan oleh Liberty Justice Center atas nama lima bisnis kecil AS yang mengimpor barang dari negara-negara yang terkena tarif. Gugatan lainnya diajukan oleh 12 negara bagian AS.

Perusahaan-perusahaan yang terlibat, termasuk importir minuman beralkohol dan produsen alat musik, berpendapat bahwa tarif tersebut merusak kemampuan mereka untuk menjalankan bisnis. Jaksa Agung Oregon Dan Rayfield, yang memimpin gugatan dari negara bagian, menyebut tarif Trump ilegal dan merusak ekonomi.

Dalam memberlakukan tarif, Trump mengklaim bahwa defisit perdagangan merupakan keadaan darurat nasional yang membenarkan tarif menyeluruh 10% atas semua impor, dengan tarif yang lebih tinggi untuk negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS, terutama China.

Berikut daftar poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Pengadilan Perdagangan Internasional AS memblokir sebagian besar kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump.
  • Pengadilan menyatakan bahwa presiden melampaui wewenangnya.
  • Konstitusi AS memberikan wewenang eksklusif kepada Kongres untuk mengatur perdagangan dengan negara lain.
  • Pemerintahan Trump mengajukan banding atas putusan tersebut.
  • Putusan ini dapat menghantam strategi Trump yang mengandalkan tarif tinggi untuk memaksa konsesi dari mitra dagang.
  • Putusan pengadilan perdagangan AS ini berawal dari dua gugatan hukum.

Reaksi awal dari para pembuat kebijakan Asia cukup tenang. Pasar keuangan menyambut gembira putusan tersebut. Dolar AS melonjak terhadap mata uang seperti euro, yen, dan franc Swiss. Kontrak berjangka Wall Street naik dan pasar saham Asia ikut menguat.