KPK Dalami Dugaan Pemerasan Izin TKA, Eks Dirjen Kemenaker Diperiksa Intensif

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana pemerasan dalam proses perizinan Tenaga Kerja Asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

Fokus utama penyidikan saat ini tertuju pada pemeriksaan intensif terhadap mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemenaker periode 2024-2025, Haryanto. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (23/5/2025).

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Haryanto bertujuan untuk menggali informasi mendalam terkait dugaan praktik pemerasan tersebut. "Pendalaman pengetahuan Haryanto dilakukan mengingat posisinya dalam struktur Kemenaker yang secara langsung berhubungan dengan pengelolaan izin TKA di Indonesia," ujar Budi.

Usai menjalani pemeriksaan selama 9,5 jam, Haryanto memilih untuk tidak memberikan komentar kepada awak media yang menunggunya. Ia mengarahkan semua pertanyaan terkait pemeriksaan tersebut kepada tim penyidik KPK.

Keterangan Haryanto diharapkan dapat memberikan titik terang mengenai modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, serta aliran dana yang mungkin terjadi dalam praktik pemerasan izin TKA ini. KPK belum memberikan kepastian mengenai kemungkinan pemanggilan mantan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah sebagai saksi.

Budi Prasetyo menambahkan bahwa saat ini tim penyidik KPK tengah menganalisis secara mendalam hasil pemeriksaan dari sejumlah saksi yang telah dimintai keterangan sebelumnya. Analisis ini krusial untuk menentukan langkah-langkah penyidikan selanjutnya.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemenaker. Namun, identitas para tersangka belum diumumkan secara resmi kepada publik.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa penyidikan kasus ini bermula dari temuan adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat di lingkungan Ditjen Binapenta dan PKK Kemenaker terhadap calon pekerja asing yang hendak bekerja di Indonesia.

Asep menjelaskan bahwa oknum pejabat Kemenaker tersebut diduga melakukan pemungutan atau pemaksaan terhadap calon tenaga kerja asing untuk memberikan sejumlah uang sebagai imbalan atas pengurusan izin kerja mereka. Tindakan ini diindikasikan melanggar Pasal 12e dan atau Pasal 12B tentang penerimaan gratifikasi.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas praktik korupsi di berbagai sektor, termasuk sektor ketenagakerjaan. KPK terus berupaya mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan membawa mereka ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.