Krisis Pendanaan Ancam Keberlangsungan Organisasi Perempuan di Zona Konflik
Kondisi memprihatinkan tengah menghantui organisasi-organisasi kemanusiaan yang fokus pada isu perempuan dan hak-hak perempuan di wilayah konflik. Laporan terbaru dari UN Women mengungkap, gelombang pemotongan dana signifikan berpotensi melumpuhkan operasional mereka dalam enam bulan mendatang.
Jika skenario terburuk ini terjadi, jutaan perempuan dan keluarga yang bergantung pada bantuan krusial akan kehilangan akses terhadap dukungan vital. Dampaknya akan sangat besar dan memperburuk penderitaan mereka. Survei global UN Women menunjukkan, 90% dari 411 organisasi perempuan di 44 negara terdampak krisis merasakan langsung imbas pengurangan bantuan asing.
Lebih dari 60% organisasi terpaksa memangkas layanan esensial di berbagai bidang, mulai dari kesehatan, keamanan, hingga ekonomi. Situasi ini membahayakan jutaan jiwa yang rentan. Di tengah krisis kemanusiaan global yang semakin kompleks, kebutuhan dana untuk merespons konflik dan bencana terus meningkat. Pada tahun 2024, tercatat kebutuhan dana mencapai 44,79 miliar dollar AS. Ironisnya, hanya 7% dari target tersebut yang berhasil terpenuhi.
Di sisi lain, negara-negara donor utama justru mengumumkan pemotongan anggaran bantuan luar negeri secara besar-besaran. Meskipun seluruh sistem kemanusiaan terpaksa melakukan penyesuaian operasional, organisasi lokal dan nasional yang dipimpin perempuan menjadi salah satu pihak yang paling terpukul. Padahal, mereka memainkan peran krusial sebagai garda terdepan dalam menyalurkan bantuan dan menjangkau komunitas yang terpinggirkan.
Ketika organisasi yang dipimpin perempuan dan organisasi hak-hak perempuan terpaksa mengurangi aktivitas atau bahkan menutup diri, perempuan dan anak perempuan yang hidup dalam krisis kehilangan akses terhadap dukungan penting yang menyelamatkan nyawa. Lebih dari 500 perempuan dan anak perempuan meninggal setiap hari dalam situasi krisis akibat komplikasi kehamilan dan persalinan yang sebenarnya dapat dicegah. Mayoritas pemotongan layanan berdampak pada upaya mengatasi dan menghentikan kekerasan berbasis gender (67%), diikuti oleh layanan kesehatan dan mata pencaharian.
Tanpa keberadaan organisasi hak-hak perempuan, para penyintas kekerasan berbasis gender akan kehilangan tempat aman untuk berlindung. Kesehatan dan keamanan ekonomi perempuan pun semakin terancam. Data terbaru menunjukkan dampak signifikan dari gangguan pendanaan ini. Di Afghanistan, misalnya, 50% organisasi melaporkan program untuk perempuan terdampak langsung oleh pemotongan dana. Di Ukraina, 72% organisasi yang dipimpin perempuan dan organisasi hak-hak perempuan melaporkan gangguan parah pada kegiatan kemanusiaan dan pembangunan.
Lebih dari 60% organisasi terpaksa menangguhkan atau mengurangi layanan terkait kekerasan berbasis gender. Akibatnya, korban tidak memiliki akses ke tempat penampungan yang aman, bantuan hukum, atau dukungan trauma. Satu dari tiga organisasi bahkan memperkirakan akan gulung tikar dalam enam bulan jika tidak ada sumber pendanaan alternatif yang tersedia. Organisasi perempuan bukan sekadar penyedia layanan. Mereka memiliki peran penting dalam menjangkau komunitas yang kurang terlayani, menyediakan ruang aman, layanan psikososial, dan bantuan hukum bagi korban kekerasan berbasis gender.
Organisasi perempuan juga memastikan bahwa suara perempuan didengar dalam perencanaan kemanusiaan dan pengambilan keputusan kebijakan. Selain itu, mereka berperan dalam membangun ketahanan jangka panjang dengan memberdayakan perempuan secara ekonomi dan sosial. Ketika organisasi-organisasi ini kekurangan dana atau terpaksa tutup, efektivitas respons kemanusiaan secara keseluruhan akan berkurang. Respons menjadi kurang inklusif dan kurang akuntabel terhadap mereka yang paling membutuhkan.