Uji Materil Batas Usia CPNS di MK: Lulusan S1 Minta Perlakuan Berbeda
Uji Materil Batas Usia CPNS di MK: Lulusan S1 Minta Perlakuan Berbeda
Seorang warga Lahat, Sumatera Selatan, Erwin Febriansyah, mengajukan gugatan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Gugatan tersebut mempersoalkan perbedaan batas usia antara lulusan Strata 1 (S1) dengan lulusan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK), serta perbedaan perlakuan antara Orang Asli Papua (OAP) dan non-OAP. Erwin berpendapat bahwa ketentuan yang berlaku saat ini menimbulkan ketidakadilan.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar secara daring pada Senin, 10 Maret 2025, Erwin menjabarkan argumennya. Ia menekankan bahwa masa pendidikan S1 yang normalnya berlangsung selama 3,5 hingga 4 tahun, membuat para lulusan S1 terdiskriminasi dengan batas usia maksimal 35 tahun yang sama diterapkan pada lulusan SMA/SMK. Menurutnya, batas usia maksimal untuk CPNS lulusan S1 seharusnya dinaikkan menjadi 37 atau 38 tahun untuk menciptakan keadilan dan kesempatan yang setara. Lebih lanjut, Erwin juga menyoroti perbedaan signifikan batas usia CPNS untuk OAP yang mencapai 48 tahun, dibandingkan dengan batas usia untuk non-OAP, sebuah kebijakan yang menurutnya bersifat diskriminatif.
Penggugat berargumen bahwa aturan tersebut bertentangan dengan Pasal 29I UUD 1945. Namun, Hakim Konstitusi Arsul Sani memberikan catatan penting. Ia menilai permohonan tersebut masih belum spesifik karena tidak mencantumkan pasal tertentu dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang diuji. Pemohon, menurut Hakim Arsul Sani, lebih banyak berfokus pada Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) yang mengatur batas usia CPNS. Hakim Arsul Sani kemudian menjelaskan bahwa pengujian terhadap keputusan menteri tersebut seharusnya diajukan ke Mahkamah Agung, bukan ke Mahkamah Konstitusi.
Menanggapi hal tersebut, Mahkamah Konstitusi memberikan waktu selama 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonan gugatannya. Batasan waktu perbaikan permohonan tersebut ditetapkan hingga 24 Maret 2025. Perbaikan permohonan ini diharapkan akan mencakup penentuan pasal UU ASN yang diuji dan memperkuat argumen hukum terkait ketidakadilan yang ditimbulkan oleh perbedaan batas usia CPNS tersebut. Proses hukum ini pun kini menunggu langkah selanjutnya dari pemohon untuk melengkapi dan mempertajam permohonan gugatannya.
Langkah hukum yang diambil oleh Erwin Febriansyah ini diharapkan dapat membuka diskusi lebih lanjut mengenai kesetaraan kesempatan dalam seleksi CPNS, khususnya terkait pertimbangan masa pendidikan dan latar belakang peserta. Keputusan MK selanjutnya akan menjadi preseden penting bagi kebijakan perekrutan CPNS di masa mendatang.