Pembiayaan Sekolah Swasta: Usulan Realokasi Anggaran dan Implementasi Putusan MK

Realokasi Anggaran untuk Pendidikan Dasar: Menindaklanjuti Putusan MK

Menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXIII/2025 yang mewajibkan negara untuk turut serta dalam pembiayaan pendidikan dasar di sekolah swasta, berbagai usulan dan langkah strategis mulai bermunculan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah realokasi anggaran, termasuk mempertimbangkan sumber dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), untuk mendukung pendidikan gratis baik di sekolah negeri maupun swasta. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Nurcahyadi, menekankan pentingnya pertimbangan ini agar putusan MK dapat diimplementasikan secara efektif tanpa membebani keuangan daerah.

Putusan MK tersebut diprediksi akan membawa dampak signifikan terhadap keuangan pemerintah pusat dan daerah. Selama ini, sekolah swasta mengandalkan biaya dari orang tua siswa untuk operasional. Dengan adanya kewajiban negara untuk turut membiayai, formula Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat ke daerah perlu dievaluasi dan disesuaikan. Herman Nurcahyadi menjelaskan bahwa formula DAU yang ada saat ini tidak akan cukup untuk mendanai sektor pendidikan secara merata, sehingga berpotensi menghambat pembangunan di daerah.

Langkah Strategis Implementasi Putusan MK

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menggarisbawahi perlunya respons cepat dari pemerintah terkait putusan MK ini. Beberapa langkah strategis yang diusulkan antara lain:

  • Integrasi Sekolah Swasta dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Online: Langkah ini bertujuan untuk memastikan transparansi, kesetaraan akses, dan implementasi nyata dari putusan MK, sehingga pendidikan dasar bebas biaya dapat dinikmati oleh seluruh siswa, tanpa memandang status sekolah.
  • Realokasi dan Optimalisasi Anggaran Pendidikan: JPPI menekankan pentingnya audit, realokasi, dan optimalisasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Prioritas utama harus diberikan pada pembiayaan operasional sekolah, tunjangan guru, dan penyediaan fasilitas yang memadai untuk mendukung pendidikan dasar bebas biaya di sekolah negeri maupun swasta.
  • Pengawasan Pungutan di Sekolah: Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap segala bentuk pungutan di sekolah dasar, baik negeri maupun swasta. Hal ini penting untuk mencegah praktik-praktik yang memberatkan siswa dan orang tua.
  • Sosialisasi Masif: Pemerintah perlu segera melakukan sosialisasi secara luas kepada masyarakat, orang tua, dan satuan pendidikan mengenai implikasi putusan MK. Transformasi sistem pembiayaan pendidikan harus dilakukan secepatnya untuk mencegah anak putus sekolah atau ijazah ditahan karena masalah biaya.

Pertimbangan Mahkamah Konstitusi

MK mengabulkan gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas, terutama frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya." MK berpendapat bahwa frasa tersebut hanya berlaku untuk sekolah negeri, sehingga menimbulkan kesenjangan akses pendidikan bagi siswa yang bersekolah di swasta karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri.

MK menekankan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tidak ada siswa yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar karena faktor ekonomi atau keterbatasan sarana. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan kebijakan afirmatif berupa subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang bersekolah di sekolah swasta.

Data tahun ajaran 2023/2024 menunjukkan bahwa sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Di jenjang SMP, sekolah negeri menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa. Data ini memperkuat argumen bahwa masih banyak siswa yang terpaksa bersekolah di swasta karena keterbatasan kuota di sekolah negeri.

Dengan adanya putusan MK ini, diharapkan pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menjamin hak atas pendidikan bagi seluruh warga negara, tanpa terkecuali.