Jimly Asshiddiqie Soroti Penanganan Dugaan Ijazah Tidak Sah Jokowi: Ranah Peradilan Tata Negara, Bukan Kepolisian
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, mengkritisi penanganan dugaan ijazah tidak sah yang melibatkan Presiden Joko Widodo. Dalam pandangannya, permasalahan ini seharusnya diselesaikan melalui jalur peradilan tata negara, bukan melalui penyelidikan kepolisian.
Jimly menyampaikan pandangannya saat menjadi pembicara utama dalam Seminar Nasional Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi (Unisri) yang bertajuk 'Evaluasi 25 Tahun Reformasi dan Pentingnya Tata Ulang Sistem Konstitusi Negara melalui Perubahan ke-5 UUD 45' pada hari Rabu, 28 Mei 2025. Ia menekankan bahwa fokus utama dalam kasus ini adalah keabsahan sebuah dokumen, yaitu ijazah. Menurutnya, forum yang tepat untuk membuktikan keaslian atau kepalsuan dokumen tersebut adalah pengadilan tata usaha negara.
"Persoalannya adalah ijazah. Di mana tempat membuktikan ijazah itu benar atau salah? Seharusnya di pengadilan tata negara, bukan di pengadilan pidana atau perdata," tegas Jimly.
Lebih lanjut, Jimly mengakui adanya kendala dalam penyelesaian perkara ini melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia menjelaskan bahwa PTUN terikat dengan aturan mengenai batasan waktu pengajuan berkas administratif. Jika berkas dianggap kadaluwarsa, maka perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan.
Menyadari adanya potensi kebuntuan dalam penyelesaian melalui PTUN, Jimly menekankan perlunya forum alternatif yang mampu memberikan putusan yang adil dan menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas. Ia secara tegas menyatakan bahwa kepolisian bukanlah pihak yang berwenang untuk memutuskan keabsahan ijazah.
"Harus ada forum penyelesaiannya. Tersisa satu ya PN Solo ini, peradilan mengenai PMA (Perbuatan Melawan Hukum) Perdata. Sudahlah itu saja dimaksimalkan untuk seluruh rakyat Indonesia. Tidak usah proses pemenjaraan," ungkapnya.
Pernyataan Jimly ini muncul setelah Bareskrim Polri menghentikan penyelidikan terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo pada Kamis, 22 Mei 2025. Penghentian penyelidikan tersebut didasarkan pada hasil uji laboratorium forensik (labfor) yang menunjukkan bahwa ijazah Presiden Joko Widodo identik dengan ijazah rekan seangkatannya di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri berharap bahwa penghentian penyelidikan ini dapat meredakan polemik terkait ijazah Presiden Joko Widodo dan menciptakan suasana yang lebih kondusif bagi pemerintahan yang baru.
"Kita semua berharap situasi negara ini menjadi semakin tenang. Kita bantu pemerintah yang saat ini dipimpin oleh Bapak Prabowo," ujarnya.