Perjuangan Lansia di Kulon Progo: Antara Keterbatasan dan Harapan
Di sebuah desa bernama Sukoreno, Kulon Progo, Yogyakarta, hiduplah sejumlah perempuan tangguh yang memasuki usia senja. Di usia yang seharusnya menikmati masa istirahat, mereka justru harus berjuang keras demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Rubikem, seorang wanita berusia 64 tahun, setiap hari harus bergelut dengan kerasnya kehidupan sebagai buruh gendong di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Dengan tubuh kurus dan renta, ia memikul beban berat di punggungnya, mengangkut sayuran hingga puluhan kilogram. Upah yang ia terima pun tidak seberapa, hanya sekitar Rp 10.000 jika sedang beruntung. Uang itu harus cukup untuk membeli makan, minum, dan sedikit gorengan. Rubikem menuturkan bahwa penghasilannya tidak menentu, dan seringkali tidak mencukupi.
Setiap dini hari, saat orang lain masih terlelap dalam tidurnya, Rubikem sudah harus bergegas berangkat menuju Yogyakarta. Anaknya setia mengantarnya ke tempat pemberhentian bus, kemudian ia melanjutkan perjalanan dengan bus kecil. Rutinitas ini telah ia jalani selama 30 tahun. Rubikem bersyukur masih diberikan kesehatan dan kekuatan untuk bekerja, karena ia harus merawat suaminya yang sakit. Ia berharap suatu saat nanti bisa memiliki usaha sendiri agar bisa bekerja di dekat rumah dan tetap bisa mendampingi suaminya.
Kisah serupa juga dialami oleh Ngatiyem, seorang wanita berusia 61 tahun yang hidup seorang diri sejak suaminya meninggal dunia tujuh tahun lalu. Ia bekerja di sebuah masjid di Yogyakarta, membersihkan tempat ibadah tersebut setiap hari. Upah yang ia terima pun tidak jauh berbeda dengan Rubikem, sekitar Rp 10.000 per hari ditambah uang makan Rp 20.000. Ngatiyem mengaku bahwa hidup sendirian di usia tua sangatlah berat. Ia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sementara tubuhnya sudah tidak sekuat dulu akibat kecelakaan yang pernah dialaminya.
Ngatiyem juga tidak putus asa. Ia terus berusaha mencari nafkah untuk dirinya sendiri. Ia bermimpi bisa berjualan makanan tradisional seperti nogosari, arem-arem, dan lemper. Dengan berjualan, ia berharap bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan mandiri.
Kisah Rubikem dan Ngatiyem hanyalah sebagian kecil dari potret kehidupan lansia di Kulon Progo yang masih harus berjuang di usia senja. Pemerintah daerah menyadari kondisi ini dan berupaya memberikan bantuan kepada para lansia yang membutuhkan. Bantuan modal diberikan kepada lansia yang masih potensial dan mampu bekerja, melalui sentra Antasena dari Kementerian Sosial RI. Dinas Sosial juga mencatat bahwa terdapat sekitar 87.200 lansia di Kulon Progo, sebagian masih potensial bekerja, namun sebagian lainnya tidak mampu karena keterbatasan fisik.
Pemerintah dan DPRD Kulon Progo juga tengah membahas Perda Lansia, dengan harapan dapat memberikan perlindungan dan pemberdayaan yang lebih maksimal kepada para lansia di wilayah tersebut. Perda ini diharapkan dapat menjangkau para lansia dengan lebih baik dan memberikan solusi yang komprehensif terhadap berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Penanganan dan pemberdayaan lansia di Kulon Progo diharapkan dapat dilakukan secara multi sektor dan kelembagaan, sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan bagi kesejahteraan para lansia.
Bantuan yang diberikan pemerintah menjadi angin segar bagi para lansia seperti Rubikem dan Ngatiyem. Mereka berharap bantuan ini dapat membantu mereka untuk meningkatkan taraf hidup dan mewujudkan impian mereka. Semangat dan kegigihan para lansia ini menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwa usia bukanlah halangan untuk terus berkarya dan berjuang demi kehidupan yang lebih baik.