Pakar Pendidikan Usulkan Subsidi Pendidikan Swasta bagi Siswa yang Tak Tertampung di Sekolah Negeri
Pakar pendidikan, Doni Koesoema, menyerukan agar pemerintah memberikan subsidi pendidikan kepada siswa yang terpaksa bersekolah di sekolah swasta karena keterbatasan kuota di sekolah negeri. Usulan ini muncul sebagai tanggapan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembiayaan pendidikan dasar oleh pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Koesoema menekankan bahwa pendidikan dasar gratis di sekolah negeri adalah sebuah kewajiban. Namun, ia juga memahami adanya keterbatasan kuota yang menyebabkan sebagian orang tua harus mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah swasta yang berbayar. Dalam situasi seperti ini, menurutnya, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk meringankan beban biaya pendidikan.
"Seharusnya pemerintah menggratiskan anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri, namun tetap bisa bersekolah di sekolah swasta," ujar Koesoema, menanggapi putusan MK yang mewajibkan pemerintah membiayai pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta.
Koesoema sepakat dengan putusan MK bahwa pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar hingga jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, ia menekankan pentingnya membedakan intensi orang tua dalam memilih sekolah untuk anak-anak mereka.
Ada orang tua yang sejak awal memang memilih sekolah swasta, namun ada pula yang terpaksa memilih sekolah swasta karena sekolah negeri tidak dapat menampung seluruh siswa. Koesoema berpendapat bahwa hak orang tua untuk menyekolahkan anak di sekolah negeri, meskipun terhambat oleh kuota, juga harus dilindungi.
Untuk mengatasi masalah ini, Koesoema menyarankan agar pemerintah menjalin kerja sama dengan pihak swasta dalam menyediakan akses pendidikan. Pemerintah dapat membiayai biaya pendidikan anak-anak melalui anggaran negara, sehingga orang tua tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah swasta akibat keterbatasan kuota di sekolah negeri.
Koesoema juga menjelaskan bahwa putusan MK tidak menghapus hak sekolah swasta untuk menarik dana dari masyarakat, karena sekolah swasta pada dasarnya didirikan atas swadaya masyarakat. Ia menegaskan bahwa putusan MK tidak berarti sekolah swasta dari SD hingga SMP harus gratis sepenuhnya, karena pemerintah tidak membiayai seluruh biaya operasional sekolah swasta.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".
Gugatan tersebut diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan dikabulkan oleh MK dalam putusan Nomor 3/PUU-XXIII/2025. Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" hanya berlaku untuk sekolah negeri.
MK menilai bahwa hal ini dapat menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi siswa yang terpaksa bersekolah di sekolah swasta karena keterbatasan kuota di sekolah negeri. MK mencontohkan pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri jenjang SD hanya mampu menampung 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa.
MK berpendapat bahwa negara memiliki kewajiban untuk memastikan tidak ada siswa yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar. Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dapat menimbulkan perbedaan perlakuan antara siswa di sekolah negeri dan swasta.