Penerapan Zero ODOL Mengancam Kestabilan Biaya Logistik Nasional
Penerapan kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (Zero ODOL) oleh pemerintah memicu kekhawatiran mendalam terkait dampaknya terhadap biaya logistik dan harga komoditas di seluruh Indonesia. Sebuah studi komprehensif dari Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti mengungkapkan bahwa implementasi kebijakan ini, tanpa solusi pendukung yang memadai, berpotensi memicu lonjakan biaya distribusi yang signifikan dan memperparah kemacetan lalu lintas.
Suripno, seorang pengajar di ITL Trisakti, menyoroti bahwa Zero ODOL dapat menyebabkan peningkatan armada truk hingga 60%, yang pada gilirannya akan meningkatkan tekanan terhadap infrastruktur jalan. Tanpa adanya strategi mitigasi yang efektif, ia memperingatkan bahwa harga barang di tingkat konsumen dapat mengalami kenaikan yang substansial.
"Biaya logistik akan meroket karena pengiriman harus dilakukan dua kali lipat. Jumlah truk akan bertambah, dan biaya operasional juga akan meningkat. Beban ini pada akhirnya akan ditanggung oleh konsumen," jelas Suripno dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Analisis ITL Trisakti menunjukkan bahwa biaya transportasi menggunakan truk ODOL saat ini relatif rendah, sekitar Rp 1.084 per ton per kilometer. Namun, dengan penerapan Zero ODOL secara penuh, biaya ini diperkirakan akan melonjak hampir tiga kali lipat menjadi Rp 2.933 per ton per kilometer. Berdasarkan data populasi kendaraan dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), total biaya distribusi dapat mencapai Rp 5.990 triliun per tahun.
Studi tersebut juga memproyeksikan berbagai skenario dampak ekonomi dari Zero ODOL selama delapan tahun ke depan. Dalam skenario ideal saat ini (ODOL 100%), harga konsumen diperkirakan hanya akan naik sebesar 7%. Namun, jika Zero ODOL diterapkan dengan penindakan terhadap 50% populasi truk, harga barang dapat melonjak hingga 90% akibat munculnya ekonomi bayangan dan inefisiensi distribusi.
Dalam skenario penindakan penuh terhadap 100% truk, kenaikan harga diprediksi sebesar 87% dalam delapan tahun. Meskipun lebih rendah dari skenario sebelumnya, dampak ini tetap dianggap signifikan terhadap inflasi.
Satu-satunya skenario yang dianggap efisien adalah penerapan Zero ODOL yang diiringi dengan integrasi antarmoda, seperti penggunaan kereta api logistik. Dalam model ini, biaya distribusi hanya mencapai Rp 322 miliar, dan kenaikan harga konsumen dalam jangka panjang dapat ditekan hanya sebesar 5%. Meskipun pada tahun pertama kenaikannya mencapai 40% karena investasi infrastruktur.
"Jika tidak ada solusi, seperti integrasi moda atau insentif biaya, penerapan Zero ODOL akan meningkatkan biaya logistik dan harga barang secara drastis," tegas Suripno.
Ia menekankan bahwa pemerintah tidak boleh tergesa-gesa menerapkan Zero ODOL tanpa peta jalan yang matang dan solusi konkret untuk efisiensi distribusi barang. Kebijakan yang terburu-buru dapat memperlambat pertumbuhan sektor logistik dan menekan daya beli masyarakat.
Untuk memitigasi dampak negatif dari penerapan Zero ODOL, beberapa langkah strategis dapat dipertimbangkan:
- Integrasi Moda Transportasi: Mengembangkan sistem transportasi terintegrasi yang menggabungkan berbagai moda, seperti jalan, kereta api, dan laut, untuk mengoptimalkan efisiensi dan mengurangi biaya.
- Insentif Biaya: Memberikan insentif biaya kepada perusahaan logistik yang berinvestasi dalam armada yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
- Pengembangan Infrastruktur: Meningkatkan infrastruktur jalan dan jembatan untuk mendukung peningkatan volume lalu lintas dan memastikan kelancaran distribusi barang.
- Pengawasan dan Penegakan Hukum: Memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran ODOL untuk menciptakan persaingan yang sehat dan mencegah praktik-praktik ilegal.
Dengan mempertimbangkan langkah-langkah ini, pemerintah dapat memastikan bahwa penerapan Zero ODOL tidak menghambat pertumbuhan ekonomi dan tetap menjaga daya beli masyarakat.