Sidang Kasus Bullying PPDS Undip Ungkap 'Pasal Anestesi' yang Mengikat Junior
Sidang perdana kasus dugaan perundungan (bullying) di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) mengungkap adanya praktik yang disebut sebagai 'pasal anestesi'. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, terungkap bahwa aturan tidak tertulis ini berisi serangkaian perintah yang harus dipatuhi oleh para peserta didik junior. Aturan ini memicu kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan kekuasaan dan dampak negatifnya terhadap lingkungan belajar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Shandy Handika, dalam pembacaan dakwaannya, menjelaskan bahwa 'pasal anestesi' ini disampaikan kepada angkatan 77 PPDS Anestesi melalui platform Zoom Meeting pada Juni 2022. Zara Yupita Azra, yang saat itu menjabat sebagai kakak pembimbing, disebut sebagai pihak yang secara eksplisit menyampaikan dan memerintahkan para junior untuk menghafal serta melaksanakan 'pasal anestesi' dan 'tata krama anestesi'. JPU menekankan bahwa aturan-aturan ini bersifat dogmatis dan menuntut kepatuhan tanpa bantahan.
Inti dari 'pasal anestesi' dan 'tata krama anestesi' ini adalah penegasan hirarki kekuasaan yang absolut dari senior terhadap junior. Hal ini menciptakan kondisi di mana para junior merasa terpaksa untuk selalu tunduk dan patuh kepada senior, tanpa ruang untuk menyampaikan pendapat atau mengajukan keberatan. Beberapa poin dalam 'pasal anestesi' yang terungkap di persidangan menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan wewenang. Berikut adalah poin-poin yang dimaksud:
- Senior selalu benar
- Jika senior salah, kembali ke pasal 1
- Hanya ada 'ya' dan 'siap'
- Yang enak hanya untuk senior
- Jika junior dikasih enak, tanya kenapa
- Jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami
- Jika masih mengeluh, siapa suruh masuk anestesi
Keberadaan aturan-aturan semacam ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai budaya pendidikan di lingkungan PPDS Anestesi Undip. Praktik hierarki yang kaku dan potensi penyalahgunaan kekuasaan dapat menghambat perkembangan profesional para peserta didik junior dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat. Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu diskusi mengenai perlunya reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran spesialis untuk mencegah praktik perundungan dan memastikan terciptanya lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi semua pihak.