Al Washliyah: Sejarah Ormas Islam dan Pusaran Konflik di Deli Serdang
Polemik kepemilikan lahan yang melibatkan organisasi masyarakat (ormas) Islam Al Washliyah dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang, Sumatera Utara, telah memicu sorotan tajam. Sengketa ini berpusat pada lahan tempat berdirinya Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Galang. Ratusan anggota Al Washliyah menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Bupati Deli Serdang sebagai bentuk protes dan tuntutan atas hak kepemilikan tanah tersebut.
Situasi kian memanas setelah Wakil Bupati Deli Serdang, Lom Lom Suwondo, melontarkan pernyataan kontroversial yang menyebut wilayahnya sebagai "Kabupaten Nahdliyin." Pernyataan ini dilontarkan saat menanggapi aksi demonstrasi Al Washliyah, dan dinilai sejumlah pihak sebagai tindakan yang kurang bijaksana dan berpotensi memperkeruh suasana.
Lantas, siapakah Al Washliyah dan bagaimana sejarah ormas ini hingga dapat terlibat dalam konflik lahan dengan pemerintah daerah? Berikut adalah ulasan singkat mengenai sejarah berdirinya Al Washliyah.
Lahirnya Al Washliyah di Tengah Perjuangan Kemerdekaan
Al Jam'iyatul Washliyah, sebagaimana dikutip dari laman resminya, didirikan pada tanggal 30 November 1930 atau bertepatan dengan 9 Rajab 1349 Hijriah di Kota Medan, Sumatera Utara. Kelahiran ormas ini terjadi di tengah masa penjajahan Hindia Belanda (Nederlandsh Indie). Para pendiri Al Washliyah turut serta dalam perjuangan melawan penjajah, dan banyak tokohnya yang mengalami penangkapan serta penahanan oleh pemerintah kolonial.
Tujuan utama pendirian Al Washliyah adalah untuk menyatukan umat Islam yang saat itu terpecah belah akibat perbedaan pandangan. Perpecahan ini, disadari oleh para pendiri, merupakan salah satu strategi Belanda untuk mempertahankan kekuasaannya di tanah air. Oleh karena itu, Al Washliyah juga berperan aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan menggalang persatuan di kalangan umat Islam.
Menyatukan Umat di Tengah Perbedaan
Pemerintah kolonial Belanda secara sistematis berupaya memecah belah bangsa Indonesia agar tidak bersatu dan melawan penjajah. Taktik adu domba ini merasuk hingga ke ranah agama, memicu perpecahan di kalangan umat Islam akibat perbedaan pandangan dalam hal ibadah dan masalah furu'iyah (cabang-cabang agama).
Kondisi ini semakin memburuk, hingga umat Islam terbagi menjadi dua kelompok yang dikenal sebagai kaum tua dan kaum muda. Perbedaan paham ini semakin hari semakin tajam dan meresahkan. Menyikapi perselisihan yang terjadi di kalangan umat Islam di Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan, para pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan berinisiatif untuk mempersatukan kembali umat yang terpecah belah.
Upaya-upaya untuk mewujudkan persatuan umat terus dilakukan hingga akhirnya terbentuklah organisasi Al Jam'iyatul Washliyah, yang memiliki arti "perkumpulan yang menghubungkan." Maksud dari nama ini adalah menghubungkan manusia dengan Allah SWT (hablun minallah) dan menghubungkan manusia dengan sesama manusia (hablun minannas). Dengan demikian, Al Washliyah berupaya menjadi jembatan persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan yang ada.