Industri Perhotelan Nasional Dihadapkan pada Potensi PHK, Malang dan Surabaya Justru Menunjukkan Ketahanan

Industri perhotelan di Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Sebuah survei yang dilakukan oleh Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Jakarta pada April 2025 mengungkapkan bahwa mayoritas pengusaha hotel di ibu kota mempertimbangkan langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai respons terhadap tekanan ekonomi yang ada.

Bahkan, tanpa adanya intervensi yang signifikan dari pemerintah, sebagian besar responden menyatakan telah mengurangi jumlah pekerja harian, sementara sebagian lainnya sudah melakukan pengurangan terhadap staf tetap. Kondisi yang mengkhawatirkan ini memicu kekhawatiran akan dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Namun, potret suram yang tergambar di Jakarta tidak sepenuhnya mencerminkan situasi di seluruh Indonesia. Di Jawa Timur, khususnya di kota Malang dan Surabaya, industri perhotelan justru menunjukkan resiliensi dan sinyal positif, meskipun para pelaku usaha tetap waspada terhadap berbagai tantangan yang ada.

Sugito Adhi, Cluster General Manager Grand Mercure Malang Mirama & Mercure Surabaya Grand Mirama, mengakui bahwa tingkat hunian kamar hotel pada periode Januari hingga Juni 2025 tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Perubahan dinamika bisnis menuntut adaptasi dan strategi yang berbeda.

"Situasi okupansi saat ini cukup dinamis," ujar Sugito. Meskipun demikian, ia menegaskan komitmennya untuk terus mengoptimalkan kinerja hotel melalui kolaborasi dengan berbagai mitra dan pemangku kepentingan, baik secara daring maupun luring. Menurutnya, kolaborasi dan inovasi menjadi kunci untuk menghadapi tantangan dan menciptakan pengalaman yang berkesan bagi para tamu.

"Meningkatkan kreativitas dalam menciptakan inovasi dan hal-hal baru sehingga menciptakan guest experiences yang berkesan. Meskipun tantangannya cukup berat karena tetap memerlukan campur tangan dari pemegang kebijakan pemerintahan," kata dia.

Sementara itu, Hafidz Ardiawan, Marcom Java Paragon Hotel & Residence Surabaya, menyampaikan bahwa kondisi di hotelnya mulai menunjukkan perbaikan. Setelah mengalami penurunan tajam dalam tingkat hunian dan pendapatan, kini terlihat tanda-tanda pemulihan.

"Saat ini kami belum ada untuk PHK. Kemarin memang berdampak terkait occupancy dan revenue setiap bulannya yg turun drastis. Tapi saat ini kami berharap sudah mulai normal kembali," ujar Hafidz.

Ia mengakui bahwa kebijakan efisiensi yang diterapkan di berbagai sektor, termasuk oleh pemerintah dan perusahaan, turut memengaruhi kinerja hotel. Namun, Java Paragon berupaya beradaptasi dengan menawarkan berbagai promo menarik, terutama di lini restoran, dengan harga yang terjangkau.

Untuk menghadapi masa-masa sulit, Java Paragon melakukan beberapa langkah antisipasi, seperti:

  • Melakukan efisiensi di berbagai sektor operasional
  • Membuat promo menarik, terutama di restoran, dengan harga terjangkau
  • Memantau dan menyesuaikan strategi bisnis sesuai dengan perkembangan pasar

Meski demikian, tekanan terhadap sektor perhotelan secara nasional tetap menjadi perhatian utama. Para pelaku usaha berharap adanya dukungan kebijakan dari pemerintah yang dapat menjaga keberlangsungan industri dan melindungi tenaga kerja yang menjadi aset penting dalam sektor ini.