Mantan Dirut Taspen Didakwa Rugikan Negara Rp 1 Triliun dalam Skandal Investasi Fiktif

Mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, kini menghadapi dakwaan serius terkait dugaan korupsi yang merugikan negara hingga mencapai Rp 1 triliun. Sidang perdana kasus ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, membuka tabir praktik investasi fiktif yang diduga dilakukan oleh Kosasih bersama dengan pihak lain.

Dalam persidangan yang berlangsung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan yang juga menyeret nama mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto. JPU menyatakan bahwa tindakan melawan hukum yang dilakukan kedua terdakwa secara bersama-sama telah menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi PT Taspen, mencapai angka Rp 1 triliun berdasarkan laporan investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Inti dari dakwaan tersebut adalah dugaan investasi yang dilakukan Kosasih pada reksa dana I-Next G2, yang berasal dari portofolio PT Taspen, tanpa melalui analisis investasi yang memadai dan profesional. Jaksa menyoroti bahwa Kosasih menyetujui perubahan dalam peraturan direksi terkait kebijakan investasi PT Taspen. Perubahan ini dinilai sebagai upaya untuk memuluskan pelepasan Sukuk Ijarah TPS Food 2 tahun 2016 (Sukuk SIA-ISA 02) yang bermasalah, melalui investasi pada reksa dana I-Next G2. Pengelolaan investasi ini, menurut jaksa, dilakukan secara tidak profesional dan melanggar prinsip kehati-hatian.

Selain kerugian negara, Kosasih juga didakwa memperkaya diri sendiri secara signifikan. Jaksa mengungkapkan bahwa Kosasih diduga menerima keuntungan pribadi senilai Rp 28.455.791.623, serta sejumlah mata uang asing seperti USD 127.037, SGD 283 ribu, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound sterling, 128 ribu yen, HKD 500 dan 1.262.000 won Korea. Total kekayaan yang diduga diperoleh Kosasih dari tindak pidana ini mencapai sekitar Rp 34 miliar.

Uang hasil korupsi tersebut, menurut dakwaan, digunakan Kosasih untuk membeli berbagai aset, termasuk kendaraan mewah dan properti. Beberapa aset yang disita antara lain:

  • Sebuah mobil Honda CRV senilai Rp 503,7 juta yang diatasnamakan kedua anaknya.
  • Sebelas unit apartemen di berbagai lokasi:
    • 4 unit apartemen di Project The Smith senilai Rp 10,7 miliar
    • 2 unit apartemen Spring Wood seharga Rp 5 miliar
    • 4 unit Sky House Alam Sutra senilai Rp 5,07 miliar
    • 1 unit Apartemen Belezza Permata Hijau Tower Versailles senilai Rp 2 miliar
  • Tiga bidang tanah di Jelupang, Tangerang Selatan, Banten, atas nama Theresia Mela Yunita.

Selain aset-aset tersebut, Kosasih juga diduga menyimpan uang tunai di rumah dinasnya di Menteng, Jakarta Pusat, serta di safe deposit box (SDB) dan apartemen yang ditemukan oleh penyidik KPK saat penggeledahan.

Dalam dakwaan tersebut, jaksa juga menyebutkan bahwa Ekiawan Heri Primaryanto turut menerima keuntungan dari praktik korupsi ini, sebesar USD 242.390, serta Patar Sitanggang sebesar Rp 200 juta. Selain individu, sejumlah korporasi juga diduga ikut diperkaya dalam kasus ini, termasuk:

  • PT IMM sebesar Rp 44.207.902.471
  • PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp 2.465.488.054
  • PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp 108 juta
  • PT Sinar Emas Sekuritas sebesar Rp 40 juta
  • PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF) sebesar Rp 150 miliar

Atas perbuatan tersebut, Kosasih dan Ekiawan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.