Kontroversi Stairlift di Borobudur: Antara Aksesibilitas dan Konservasi Warisan

Candi Borobudur, mahakarya arsitektur kuno yang menjadi kebanggaan Indonesia, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, bukan karena keindahan relief atau kemegahan stupanya, melainkan karena rencana pemasangan stairlift, sebuah alat bantu tangga, di kompleks candi. Rencana ini mencuat setelah beredarnya video yang mengklaim bahwa pembangunan fasilitas tersebut ditujukan untuk menyambut kunjungan Presiden Perancis, Emmanuel Macron, dan Presiden Prabowo Subianto.

Klaim tersebut memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat. Sebagian pihak khawatir pemasangan stairlift akan merusak struktur batuan candi yang berusia ribuan tahun dan mengganggu nilai sejarah serta estetika Borobudur sebagai warisan dunia. Kekhawatiran ini diperkuat dengan minimnya informasi resmi yang disampaikan oleh pihak pengelola, InJourney Destination Management (IDM), pada awalnya.

Namun, setelah beberapa waktu, klarifikasi akhirnya diberikan oleh berbagai pihak terkait, termasuk Kantor Komunikasi Kepresidenan dan Kementerian Kebudayaan. InJourney, melalui Direktur Maya Watono, menegaskan bahwa fasilitas yang dipasang bukanlah eskalator seperti yang dikhawatirkan, melainkan stairlift. Lebih lanjut, Maya menjelaskan bahwa pemasangan stairlift merupakan bagian dari rencana jangka panjang untuk meningkatkan aksesibilitas Candi Borobudur bagi semua pengunjung, termasuk para biksu dengan keterbatasan mobilitas dan wisatawan lanjut usia. Ia juga menekankan bahwa stairlift yang akan dipasang bersifat portabel dan tidak akan merusak struktur candi karena tidak menggunakan paku, bor, atau metode penetrasi lainnya.

Penjelasan ini mencoba meredam kekhawatiran publik dengan menyoroti manfaat stairlift dalam meningkatkan inklusivitas dan kenyamanan pengunjung. Namun, pertanyaan mengenai dampaknya terhadap konservasi warisan dunia tetap menjadi perhatian utama.

InJourney meyakinkan bahwa pemasangan stairlift telah melalui kajian mendalam dan mempertimbangkan standar Outstanding Universal Value (OUV) yang ditetapkan oleh UNESCO. Proses kajian ini melibatkan Kementerian Kebudayaan serta Museum dan Cagar Budaya Warisan Dunia Borobudur. Meski demikian, upaya konfirmasi lebih lanjut dari pihak Museum dan Cagar Budaya Warisan Dunia Borobudur belum mendapatkan tanggapan.

Selain rencana pemasangan stairlift, terdapat pula wacana mengenai peningkatan jumlah wisatawan yang diizinkan mengakses Candi Borobudur. Saat ini, jumlah pengunjung dibatasi 1.200 orang per hari, namun ada usulan untuk meningkatkan kuota menjadi 5.000 orang per hari. Wacana ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi kerusakan lingkungan dan dampak negatif terhadap kelestarian candi. Pembatasan jumlah wisatawan saat ini adalah 150 orang per jam dengan biaya tambahan bagi yang ingin naik ke bangunan Candi Borobudur. Menteri Kebudayaan Fadli Zon pun telah diajak berdiskusi mengenai hal ini.

Di sisi lain, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengungkapkan bahwa penyediaan fasilitas stairlift juga bertujuan untuk mengakomodasi kunjungan Presiden Perancis Emmanuel Macron. Pertimbangan ini didasarkan pada keterbatasan waktu kunjungan kenegaraan yang dimiliki oleh seorang kepala negara.

Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi sorotan dalam polemik stairlift di Candi Borobudur:

  • Tujuan Pemasangan: Apakah stairlift dipasang semata-mata untuk kunjungan tamu negara atau merupakan bagian dari rencana jangka panjang untuk meningkatkan aksesibilitas?
  • Dampak Konservasi: Sejauh mana pemasangan stairlift akan mempengaruhi struktur dan nilai sejarah Candi Borobudur?
  • Kapasitas Pengunjung: Apakah peningkatan jumlah wisatawan yang diizinkan akan berdampak negatif terhadap kelestarian candi dan lingkungan sekitarnya?

Polemik ini mencerminkan kompleksitas dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian warisan budaya dan pengembangan pariwisata. Diperlukan kajian yang komprehensif dan transparan, serta partisipasi aktif dari berbagai pihak, untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak hanya menguntungkan sektor pariwisata, tetapi juga melindungi dan melestarikan Candi Borobudur sebagai warisan dunia yang tak ternilai harganya.

Fasilitas ini direncanakan untuk membantu mobilitas para pengunjung yang kesulitan menaiki tangga candi. Meskipun demikian, implementasinya menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai dampaknya terhadap warisan budaya dan lingkungan candi.

Stairlift direncanakan memiliki sifat portabel agar tidak merusak struktur candi. Rencana ini telah melalui kajian mendalam yang melibatkan berbagai pihak, termasuk UNESCO untuk memastikan standar yang ditetapkan oleh organisasi internasional tersebut terpenuhi.

Diskusi mengenai peningkatan jumlah wisatawan menjadi 5.000 orang per hari juga menjadi sorotan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerusakan lingkungan dan kelestarian candi. Pembatasan jumlah wisatawan saat ini adalah 150 orang per jam dengan biaya tambahan bagi yang ingin naik ke bangunan Candi Borobudur.

Klarifikasi dari berbagai pihak terkait diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada publik mengenai tujuan dan dampak dari pemasangan stairlift ini. Kehati-hatian dan transparansi menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara pengembangan pariwisata dan pelestarian warisan budaya.