Polemik Ayam Goreng Widuran Solo: Pengakuan Nonhalal dan Tindakan BPJPH
Kontroversi Ayam Goreng Widuran Solo: Klarifikasi Nonhalal dan Reaksi BPJPH
Kehebohan melanda jagat media sosial setelah terungkap bahwa salah satu rumah makan populer di Solo, Ayam Goreng Widuran, menyajikan menu nonhalal. Kabar ini sontak memicu reaksi beragam dari masyarakat dan mendorong pihak manajemen untuk memberikan klarifikasi resmi terkait status kehalalan produk mereka.
Melalui akun Instagram resmi mereka, Manajemen Ayam Goreng Widuran menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi dan mengakui adanya menu nonhalal yang mereka sajikan. Sebagai langkah konkret, mereka menyatakan telah memasang pengumuman "NON-HALAL" secara jelas di seluruh outlet dan platform media sosial mereka.
PEMBERITAHUAN
Kepada seluruh pelanggan Ayam Goreng Widuran,
Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas kegaduhan yang beredar di media sosial belakangan ini. Kami memahami bahwa hal ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
Sebagai langkah awal, kami telah mencantumkan keterangan NON-HALAL secara jelas di seluruh outlet dan media sosial resmi kami.
Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik.
Hormat kami,
Manajemen Ayam Goreng Widuran
Respons Cepat BPJPH
Merespons isu yang berkembang, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tidak tinggal diam. Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menurunkan Tim Pengawasan Jaminan Produk Halal (JPH) untuk melakukan investigasi mendalam di lapangan. Selain itu, BPJPH juga berkoordinasi dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengingat kasus ini menyangkut hak-hak konsumen.
"BPJPH langsung menurunkan tim Pengawasan Jaminan Produk Halal untuk melakukan investigasi di lapangan. Kami juga berkoordinasi dengan Badan Perlindungan Konsumen karena ini terkait perlindungan konsumen," ujar Ahmad Haikal Hasan dalam keterangan persnya.
Babe Haikal, sapaan akrabnya, menekankan pentingnya transparansi dan kejujuran dalam bisnis makanan, terutama terkait status kehalalan produk. Ia mengingatkan bahwa regulasi mewajibkan pelaku usaha untuk mencantumkan keterangan tidak halal pada produk yang mengandung bahan haram. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (JPH) Pasal 110, yang mengatur bahwa pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan haram wajib mencantumkan keterangan tidak halal yang mudah dilihat, dibaca, dan tidak mudah dihapus.
Bahkan, Pasal 185 mengatur sanksi bagi pelaku usaha yang lalai mencantumkan keterangan tidak halal, mulai dari peringatan tertulis hingga kewajiban menarik produk dari peredaran sampai keterangan tersebut dipasang.
Babe Haikal berharap kasus Ayam Goreng Widuran ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pelaku usaha untuk mengedepankan kejujuran dan transparansi demi melindungi hak konsumen, khususnya umat Islam. Ia mengimbau semua pihak untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BPJPH juga membuka saluran pengaduan bagi masyarakat yang menemukan produk tidak memenuhi ketentuan regulasi Jaminan Produk Halal melalui email [email protected].
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya sertifikasi halal dan pencantuman label nonhalal yang jelas bagi bisnis kuliner di Indonesia. Kejujuran dan transparansi dalam memberikan informasi produk menjadi kunci untuk membangun kepercayaan konsumen dan menghindari kesalahpahaman yang dapat merugikan semua pihak.