Pembantaian di Suriah Tewaskan Lebih dari 1.300 Jiwa; Presiden Baru Janji Usut Tuntas
Pembantaian di Suriah Tewaskan Lebih dari 1.300 Jiwa; Presiden Baru Janji Usut Tuntas
Sejumlah peristiwa kekerasan memilukan yang terjadi di wilayah pesisir Mediterania Suriah telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang sangat besar. Berdasarkan data terbaru dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), sebuah organisasi pemantau konflik di Suriah, tercatat sedikitnya 1.311 orang meninggal dunia dalam serangkaian bentrokan dan aksi pembunuhan massal yang terjadi sejak Kamis, 6 Maret 2025. Korban tewas terdiri dari 830 warga sipil Alawite yang menjadi korban eksekusi mati oleh pihak keamanan dan pejuang pro-pemerintah, 231 personel pasukan keamanan Suriah, dan 250 pejuang pro-rezim Assad sebelumnya. Tragedi ini telah mengguncang dunia dan memicu kecaman internasional yang keras.
Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa, dalam pernyataan resmi yang disampaikan melalui kantor berita SANA dan dikutip Al Arabiya, menyatakan komitmen pemerintahannya untuk menuntut pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam tragedi ini. Presiden menegaskan bahwa tidak akan ada keringanan hukuman bagi siapa pun yang terbukti bersalah atas pembunuhan warga sipil atau yang bertindak di luar kewenangan negara. Untuk memastikan proses penyelidikan yang transparan dan akuntabel, sebuah komite khusus dibentuk untuk menyelidiki insiden ini dan melindungi perdamaian sipil. Pemerintah Suriah juga telah mengumumkan pembentukan sebuah komite independen yang akan mengidentifikasi dan mengadili para pelaku pelanggaran HAM.
Tragedi ini terjadi di tengah upaya untuk mencegah Suriah kembali terjerumus ke dalam perang saudara. Presiden al-Sharaa secara tegas menyatakan bahwa Suriah tidak akan membiarkan kekuatan eksternal atau internal untuk mengganggu stabilitas negara. Ia juga menyerukan kepada semua pihak untuk bersatu dan membangun kembali perdamaian di negara tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan pula dalam pidato terpisah di sebuah masjid di Damaskus, menyerukan persatuan nasional dan harapan untuk hidup berdampingan secara damai.
Komunitas Alawite, yang merupakan minoritas di Suriah dan menjadi basis dukungan mantan Presiden Bashar al-Assad, menjadi yang paling terpukul dalam peristiwa ini. Sebagian besar kekerasan terkonsentrasi di Provinsi Latakia dan Tartus, jantung wilayah komunitas Alawite. Pertempuran yang terjadi antara pasukan keamanan Suriah yang baru dan loyalis Assad telah meningkat dari ketegangan yang telah berlangsung sebelumnya menjadi aksi pembunuhan massal.
Kecaman atas peristiwa ini datang dari berbagai pihak, termasuk Kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk, yang menyerukan penghentian segera aksi pembunuhan tersebut. Liga Arab, Amerika Serikat, Inggris, dan berbagai negara lain turut mengecam keras tindakan kekerasan yang telah menewaskan ratusan warga sipil dan personel keamanan. Peristiwa ini menjadi sorotan dunia dan meningkatkan kekhawatiran atas situasi keamanan dan HAM di Suriah.
Kronologi Kejadian: * Kamis, 6 Maret 2025: Bentrokan pecah antara pasukan keamanan Suriah dan loyalis Assad. * Minggu, 9 Maret 2025: Kantor kepresidenan Suriah mengumumkan pembentukan komite independen untuk penyelidikan. * Senin, 10 Maret 2025: Presiden al-Sharaa mengeluarkan pernyataan resmi dan janji untuk menuntut pertanggungjawaban pelaku.
Insiden ini merupakan tragedi kemanusiaan yang memprihatinkan dan membutuhkan perhatian internasional yang serius untuk mencegah terjadinya kekerasan lebih lanjut dan untuk memastikan keadilan bagi para korban.