Anggota DPR dan DPD RI dari Papua Bersatu Mendesak Pemerintah Pusat untuk Mengakhiri Pendekatan Militeristik di Papua

Eskalasi kekerasan yang terus meningkat di Papua telah mendorong Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPR-DPD se-Tanah Papua (FOR Papua MPR) untuk menyampaikan desakan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto agar meninjau ulang dan menghentikan pendekatan militeristik dalam penanganan konflik di wilayah tersebut.

Wakil Ketua DPD RI, Yorrys Raweyai, mengungkapkan bahwa desakan ini merupakan respons terhadap situasi keamanan yang semakin memburuk, terutama di Papua Tengah. Rentetan peristiwa kekerasan telah mengakibatkan jatuhnya korban dari berbagai pihak, menciptakan kondisi yang sangat dinamis dan mengkhawatirkan.

"Dalam satu minggu terakhir, kondisi keamanan di Papua, khususnya Papua Tengah, mengalami peningkatan yang signifikan dalam kejadian-kejadian yang beruntun," ujar Yorrys dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta. "Penembakan terjadi di mana-mana, menyebabkan korban dari TNI, Polri, dan masyarakat sipil. Kami menerima laporan yang cukup banyak mengenai hal ini."

Yorrys juga menyoroti efektivitas operasi keamanan yang selama ini dilakukan, seperti Operasi Damai Cartenz dan Operasi Nemangkawi. Menurutnya, operasi-operasi tersebut belum berhasil meredakan konflik, bahkan cenderung memperburuk situasi setelah pemekaran wilayah. Ia menambahkan bahwa eskalasi konflik justru semakin meningkat dan mengkristal setelah pemekaran wilayah.

Senada dengan Yorrys, Anggota DPD RI asal Papua, Filep Wamafma, menekankan bahwa konflik bersenjata yang berkepanjangan di Papua memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan tidak hanya berfokus pada aspek keamanan. Ia mengingatkan bahwa banyaknya korban jiwa dan ribuan pengungsi akibat konflik harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi pendekatan militer yang selama ini diterapkan.

"Konflik bersenjata di Tanah Papua yang telah berlangsung lama dan belum menunjukkan penurunan intensitas, bahkan semakin meningkat, membutuhkan respons terukur dan komprehensif dari seluruh pihak," kata Filep. Ia juga menambahkan bahwa ribuan korban yang mengungsi sejak konflik bersenjata beberapa bulan terakhir seharusnya membuka mata pemerintah pusat untuk mengevaluasi kebijakan penanganan konflik di Papua.

Filep juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa pendekatan keamanan yang diambil pemerintah hanya akan menciptakan trauma berkepanjangan dan memperkuat kesan bahwa masyarakat Papua hanya dianggap sebagai objek pengamanan, bukan sebagai subjek kemanusiaan.

"Kebijakan tersebut hanya akan terus melahirkan trauma yang berkepanjangan dan semakin memperkuat kesan bahwa masyarakat Papua adalah objek pengamanan, bukan subjek kemanusiaan," tegas Filep. Ia juga menuntut agar janji pemerintah pusat untuk menangani persoalan Papua dengan pendekatan humanis dan berbasis HAM diwujudkan secara nyata.

Filep menekankan bahwa konflik yang terus berulang di Papua tidak bisa lagi direspon secara retoris oleh pemerintah pusat. Ia mendesak agar janji pemerintah untuk menangani persoalan Papua dengan pendekatan humanis, rekonsiliasi, dan jalan damai dengan mengedepankan hukum dan HAM diimplementasikan secara konkret, disertai dengan kebijakan yang sejalan dengan janji tersebut.

Dengan demikian, FOR Papua MPR secara tegas menyerukan kepada pemerintah pusat untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pendekatan yang selama ini digunakan dalam menangani konflik di Papua. Mereka mendesak agar pendekatan militeristik dihentikan dan diganti dengan pendekatan yang lebih humanis, komprehensif, dan berfokus pada rekonsiliasi serta penghormatan terhadap HAM.