Tarif Penyeberangan Selat Sebakis-Pembeliangan Nunukan Menghimpit Warga, Desakan Pembangunan Jembatan Menggema
Tarif Penyeberangan Selat Sebakis-Pembeliangan Nunukan Menghimpit Warga, Desakan Pembangunan Jembatan Menggema
Warga Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengeluhkan biaya penyeberangan yang tinggi dan membebani perekonomian mereka. Sebuah video viral di media sosial memperlihatkan aktivitas penyeberangan sungai yang memisahkan Desa Sebakis dan Desa Pembeliangan, mengungkapkan tarif yang fantastis: Rp 30.000 untuk pejalan kaki, Rp 50.000 untuk sepeda motor, dan Rp 250.000 untuk mobil. Kondisi ini telah berlangsung bertahun-tahun, menimbulkan keresahan dan protes dari masyarakat setempat.
Acho, seorang pedagang sembako di Sebakis, menjadi salah satu warga yang menyuarakan keprihatinannya. Ia mengungkapkan bahwa biaya penyeberangan yang mencapai Rp 500.000 untuk perjalanan pulang-pergi sangat memberatkan, terlebih mengingat jarak penyeberangan yang hanya sekitar 100 meter. "Bayangkan, hanya menyeberangi sungai selebar itu, tetapi biaya yang dikeluarkan sangat besar," ujar Acho. Ia menambahkan bahwa pembangunan jembatan sangat krusial untuk menunjang mobilitas dan perekonomian warga Sebakis yang selama ini terisolir akibat mahalnya biaya penyeberangan.
Sistem penyeberangan yang ada, yang disebut 'Roro', menggunakan kapal kayu sederhana. Untuk penumpang, kapal akan menunggu hingga terisi penuh sebelum menyeberang. Sementara itu, kendaraan bermotor diangkut dengan kapal kayu yang ditarik atau didorong oleh kapal bermesin 15 GT. Sistem ini, menurut Acho, telah beroperasi sejak tahun 2011, jauh sebelum ia berdagang di daerah tersebut. Ia mempertanyakan lambannya respon pemerintah daerah terhadap permasalahan ini, terutama mengingat lokasi penyeberangan yang relatif dekat dengan dermaga resmi Sebuku.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Nunukan, Muhammad Amin, mengakui adanya aktivitas penyeberangan tersebut dan membenarkan tarif yang diberlakukan. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak pernah mengeluarkan izin resmi untuk operasional penyeberangan tersebut. Dishub Nunukan tengah menyelidiki status lahan penyeberangan, yang sebelumnya diduga milik PT Adindo Hutani Lestari dan digunakan untuk pengangkutan kayu. Pihak Dishub juga akan menyelidiki apakah aktivitas penyeberangan tersebut merupakan inisiatif perorangan atau telah dikomersialkan secara luas.
Meskipun jalur sungai menawarkan rute tercepat antara Sebakis dan Pembeliangan dibandingkan dengan jalur darat yang lebih jauh dan berliku, tingginya tarif penyeberangan tetap menjadi beban ekonomi bagi masyarakat. Desakan pembangunan jembatan pun semakin menggema dari warga yang berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkrit untuk mengatasi permasalahan ini dan meningkatkan aksesibilitas serta konektivitas ekonomi di wilayah tersebut. Ketiadaan akses transportasi yang memadai ini jelas menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Sebakis.
Berikut poin-poin penting terkait permasalahan ini:
- Tarif Penyeberangan yang Mahal: Rp 30.000 (pejalan kaki), Rp 50.000 (sepeda motor), Rp 250.000 (mobil).
- Jarak Penyeberangan yang Pendek: Sekitar 100 meter.
- Sistem Penyeberangan Sederhana: Menggunakan kapal kayu.
- Operasional Bertahun-tahun tanpa Izin Resmi: Sejak 2011.
- Dampak Ekonomi: Menghambat mobilitas dan perekonomian warga Sebakis.
- Tuntutan Pembangunan Jembatan: Sebagai solusi jangka panjang.
- Penyelidikan Dishub: Mengenai status lahan dan izin operasional.