Polri Perluas Pemberantasan Premanisme ke Objek Vital Nasional: Modus Operandi Semakin Canggih
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memperluas operasi pemberantasan premanisme, tidak hanya terbatas pada area permukiman dan bisnis, tetapi juga menyasar objek vital nasional. Langkah ini diambil seiring dengan berkembangnya modus operandi tindakan premanisme yang semakin kompleks dan meresahkan.
Brigjen Suhendri, Direktur Pengamanan Objek Vital (Dirpamobvit) Korsabhara Baharkam Polri, mengungkapkan bahwa pihaknya secara rutin melakukan audit sistem manajemen pengamanan (SMP) di objek vital nasional. Audit ini dilakukan sebagai implementasi dari Keputusan Presiden RI Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional. Dalam keterangannya, Brigjen Suhendri menjelaskan bahwa audit bertujuan untuk memastikan apakah objek vital nasional telah memiliki dan mengimplementasikan sistem pengamanan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Polri.
Menurutnya, penerapan SMP yang efektif dapat membantu mendeteksi dan mencegah aksi premanisme sejak dini. Namun, ia juga mengakui bahwa praktik premanisme terus berevolusi. Selain pemerasan dan pungutan liar, muncul modus operandi baru di mana pelaku mencoba mendapatkan proyek, termasuk pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
"Belakangan ini aksinya berubah, mereka mencoba meminta proyek, contohnya ada yang meminta ikut mengelola limbah B3 di objek vital nasional," ungkap Brigjen Suhendri. Ia menyoroti bahwa pihak-pihak yang mengajukan permintaan tersebut seringkali tidak memenuhi persyaratan teknis dan perizinan yang diperlukan untuk pengelolaan limbah B3 sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor 3 Tahun 1995.
Brigjen Suhendri menekankan pentingnya penerapan SMP di objek vital nasional sebagai langkah preventif. Namun, ia menyayangkan bahwa hingga saat ini, baru sebagian kecil objek vital yang telah menerapkan sistem ini. Dari 1.997 objek vital nasional yang terdata, hanya sekitar 4 persen yang bekerja sama dengan Polri dan mendapatkan sertifikasi SMP. Jumlah ini dinilai masih sangat minim dan perlu ditingkatkan.
Tantangan Penerapan SMP Objek Vital
Minimnya penerapan SMP di objek vital nasional menjadi tantangan tersendiri bagi Polri. Beberapa faktor yang menjadi penyebab antara lain:
- Kurangnya kesadaran: Pengelola objek vital mungkin belum sepenuhnya menyadari pentingnya SMP dalam mencegah premanisme dan gangguan keamanan lainnya.
- Biaya implementasi: Penerapan SMP membutuhkan investasi, baik dalam bentuk sumber daya manusia, teknologi, maupun infrastruktur.
- Kompleksitas sistem: SMP yang efektif membutuhkan perencanaan yang matang, koordinasi yang baik, dan pemahaman yang mendalam tentang potensi ancaman.
Langkah Polri ke Depan
Guna mengatasi tantangan tersebut, Polri akan terus berupaya meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya SMP kepada pengelola objek vital nasional. Selain itu, Polri juga akan memberikan pendampingan dan asistensi dalam proses implementasi SMP, serta mempermudah proses sertifikasi bagi objek vital yang telah memenuhi standar.
Diharapkan, dengan upaya yang berkelanjutan, semakin banyak objek vital nasional yang menerapkan SMP sehingga dapat meminimalisir potensi premanisme dan gangguan keamanan lainnya, serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi aktivitas ekonomi dan sosial.