Gelombang PHK Mengkhawatirkan: Potensi Ledakan Hingga 280 Ribu Pekerja di Tahun Depan
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, memicu kekhawatiran di kalangan pekerja dan serikat pekerja. Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan memproyeksikan bahwa jumlah korban PHK pada tahun 2025 dapat mencapai angka yang mencengangkan, yakni 280 ribu orang. Proyeksi ini didasarkan pada tren peningkatan PHK yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyatakan keyakinannya bahwa prediksi tersebut sangat mungkin terjadi, terutama jika pemerintah tidak segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menyelamatkan industri padat karya dalam negeri. Menurutnya, sektor ini merupakan tulang punggung perekonomian yang menyerap banyak tenaga kerja, dan jika tidak dilindungi, dampaknya akan sangat besar.
"Saya meyakini 80% akan terjadi, jika kemudian pabrik-pabrik khususnya yang padat karya, yang produsen barang-barang untuk konsumsi masyarakat Indonesia, yang lokal oriented tidak diselamatkan," ungkap Ristadi.
Ristadi menekankan pentingnya mengamankan pasar domestik sebagai langkah kunci untuk melindungi industri padat karya. Ia mengusulkan pembatasan impor barang-barang yang lebih murah, yang dapat membanjiri pasar dan menekan produk lokal. Selain itu, ia menyoroti masalah penurunan daya beli masyarakat sebagai faktor yang memperburuk situasi.
"Kemudian artinya kalau daya beli masyarakat turun maka konsumsi turun, kemudian penyerapan barang-barang juga akan turun. Itu akhirnya artinya produktivitas perusahaan juga akan turun. Dan produktivitas perusahaan turun, maka melakukan efisiensi," jelasnya.
Ristadi juga menyinggung tentang paket kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat, seperti diskon transportasi, tarif tol, listrik, bantuan pangan, subsidi upah dan perpanjangan diskon iuran jaminan kecelakaan kerja. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah mengakui adanya masalah penurunan daya beli yang perlu diatasi.
"Pemerintah kemarin memberikan enam paket subsidi untuk masyarakat menengah ke bawah untuk menaikkan daya beli masyarakat, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Artinya pemerintah mengakui situasi-situasi ini. Dan jika ini tidak kemudian bisa kembali normal, maka prediksi dari BPJS akan terjadi PHK kurang lebih sekitar 280 ribu pekerja," ungkap Ristadi.
Lebih lanjut, Ristadi menyoroti fakta bahwa jumlah PHK yang sebenarnya mungkin lebih tinggi dari data yang tercatat melalui klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pasalnya, banyak pekerja yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS juga menjadi korban PHK, sehingga tidak terdata secara resmi.
"Sekarang ini yang di-PHK itu tidak hanya peserta BPJS, tapi juga pekerja-pekerja yang tidak menjadi peserta juga ikut menjadi korban PHK. Data BPJS ada 52 ribu yang melakukan klaim, maka fakta yang terjadi sebenarnya PHK itu di atas 52 ribu orang yang ter-PHK. Karena sisanya itu tidak menjadi peserta BPJS," terangnya.
Ia menambahkan bahwa sektor padat karya merupakan sektor yang paling rentan terhadap PHK, mengingat karakteristiknya yang sangat bergantung pada tenaga kerja.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Potensi PHK:
- Kondisi Industri Padat Karya: Kesehatan industri padat karya sangat berpengaruh terhadap potensi PHK. Jika industri ini mengalami kesulitan, PHK menjadi salah satu opsi yang diambil perusahaan.
- Daya Beli Masyarakat: Penurunan daya beli masyarakat dapat menyebabkan penurunan permintaan terhadap produk-produk industri, yang pada akhirnya dapat memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi melalui PHK.
- Kebijakan Pemerintah: Kebijakan pemerintah terkait impor, subsidi, dan regulasi lainnya dapat mempengaruhi daya saing industri dalam negeri dan potensi PHK.
- Kondisi Ekonomi Global: Kondisi ekonomi global juga dapat mempengaruhi kinerja industri dalam negeri, terutama industri yang berorientasi ekspor.
Untuk mengatasi potensi gelombang PHK, diperlukan langkah-langkah komprehensif dari pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Pemerintah perlu memberikan dukungan kepada industri padat karya, meningkatkan daya beli masyarakat, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Pengusaha perlu meningkatkan efisiensi dan inovasi agar dapat bersaing di pasar global. Serikat pekerja perlu berperan aktif dalam melindungi hak-hak pekerja dan mendorong dialog sosial yang konstruktif.