Sektor Pariwisata Bali Bertahan: Hotel dan Restoran Hindari PHK di Tengah Gelombang Pekerja Migran

Di tengah kabar kurang menggembirakan dari Jakarta mengenai potensi PHK di industri perhotelan dan restoran, Bali menunjukkan resiliensinya. Berbeda dengan situasi di ibu kota, pelaku usaha pariwisata di Pulau Dewata cenderung mempertahankan tenaga kerja mereka.

Putu Ayu Astiti Saraswati, pemilik Toya Devasya Hot Spring dan berbagai akomodasi lain di Kintamani dan Ubud, mengungkapkan bahwa perusahaannya tidak melakukan PHK. Meskipun demikian, ia mengakui adanya fenomena pengunduran diri karyawan, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya minat warga Bali untuk bekerja di luar negeri, terutama di sektor pariwisata internasional dan kapal pesiar. Gelombang pekerja migran ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri lokal.

Senada dengan Ayu, Bagus, seorang pengusaha hotel dan restoran di Denpasar, juga menegaskan tidak ada PHK di tempat usahanya. Bahkan, ia terus membuka lowongan pekerjaan, meskipun mengakui kesulitan dalam menemukan kandidat yang sesuai. Bagus berpendapat bahwa perbedaan mendasar antara pasar pariwisata Bali dan Jakarta menjadi faktor utama. Ia menekankan bahwa perputaran ekonomi di Denpasar didorong oleh pasar domestik dan lokal.

Kondisi di kawasan wisata utama seperti Badung juga relatif stabil. Meskipun sempat ada kekhawatiran mengenai penurunan tingkat hunian, kedatangan wisatawan mancanegara tetap tinggi, dan restoran-restoran tetap ramai. Tantangan yang dihadapi Bagus di Denpasar adalah ekspektasi gaji karyawan yang seringkali setara dengan standar di area wisata yang lebih mapan seperti Badung.

Secara keseluruhan, industri perhotelan dan restoran di Bali menunjukkan ketahanan di tengah perubahan dinamika pasar tenaga kerja dan persaingan global. Fokus pada pasar domestik dan kemampuan untuk beradaptasi dengan preferensi wisatawan menjadi kunci keberhasilan para pelaku usaha di Pulau Dewata.