Kepala BGN Soroti Pola Makan Anak Indonesia: Didominasi Karbohidrat Minim Gizi Seimbang
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait kualitas asupan gizi anak-anak di Indonesia. Dalam sebuah acara peluncuran program Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Pondok Pesantren Syaichona Muhammad Cholil, Bangkalan, Dadan menyoroti bahwa mayoritas anak-anak di Indonesia, sekitar 60 persen, belum mendapatkan akses terhadap makanan dengan gizi seimbang.
Menurut Dadan, pola makan yang umum dijumpai pada anak-anak Indonesia masih didominasi oleh nasi yang dipadukan dengan mi instan, bakwan, atau kerupuk. Kombinasi makanan seperti ini, menurutnya, jauh dari ideal karena tidak memenuhi kebutuhan gizi yang esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal.
"Kita tahu bahwa 60 persen anak Indonesia itu tidak pernah punya akses terhadap makan dengan gizi seimbang. Jadi kalau makan itu ada nasi, ada bakwan atau bala-bala, ada mi, bihun, ada kerupuk. Sebagian besar makannya seperti itu," ungkap Dadan.
Menanggapi permasalahan ini, Dadan menekankan pentingnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai upaya strategis untuk memperbaiki kualitas gizi anak-anak Indonesia. Program MBG dirancang untuk menyediakan makanan yang mengandung gizi seimbang, meliputi:
- Nasi
- Telur
- Ayam
- Ikan
- Sayur
- Buah
- Susu
"Di MBG, kita pastikan menu selalu mengandung nasi, telur, ayam, ikan, sayur, buah, dan susu. Ini adalah standar gizi seimbang yang wajib kita penuhi," tegas Dadan.
Selain itu, Dadan juga menyoroti rendahnya konsumsi susu pada anak-anak Indonesia. Ia menyebutkan bahwa 60 persen anak-anak di Indonesia tidak mengonsumsi susu bukan karena kurangnya pengetahuan tentang manfaat susu, melainkan karena keterbatasan ekonomi.
"Ini sebabnya Bapak Presiden menyebut MBG sebagai program yang sangat strategis, karena menyasar kualitas SDM kita untuk menyambut Indonesia Emas 2045," ujarnya.
Lebih lanjut, Dadan menjelaskan bahwa intervensi gizi yang tepat, seperti melalui program MBG, dapat mencegah stunting dan mengoptimalkan tinggi badan anak. Ia menyoroti dua fase penting dalam pertumbuhan manusia, yaitu:
- 1000 hari pertama kehidupan (mulai dari dalam kandungan hingga usia 2 tahun): Fase ini sangat krusial untuk perkembangan otak anak.
- Masa remaja: Fase ini merupakan titik penting dalam pertumbuhan fisik anak.
"Dengan makanan bergizi, bukan tidak mungkin bisa mencapai tinggi badan minimal 180 cm. Kalau tidak diintervensi sekarang, tinggi tubuh mereka hanya akan berkisar 160–165 cm," jelas Dadan.
Dadan juga berbagi pengalaman pribadinya terkait pengaruh gizi terhadap pertumbuhan. Ia mencontohkan kedua putranya yang memiliki tinggi badan di atas 180 cm karena rutin mengonsumsi susu sejak kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi badan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik, tetapi juga oleh asupan gizi yang cukup dan seimbang.
Dalam konteks ini, Dadan menekankan pentingnya intervensi gizi pada remaja, terutama para santri dan santriwati, untuk mencegah masalah tubuh pendek. Ia mengingatkan bahwa tanpa intervensi gizi yang memadai, potensi pertumbuhan tinggi badan mereka dapat terhambat.
"Kalau mereka tidak kita intervensi sekarang dengan gizi seimbang, besar kemungkinan tubuh mereka pendek," pungkas Dadan.