Konflik PT KHL Nunukan Memanas: Ratusan Karyawan Terkena PHK, Serikat Pekerja Mengadu ke Dewan
Polemik di perusahaan kelapa sawit PT Karang Juang Hijau Lestari (KHL) Nunukan, Kalimantan Utara, memasuki babak baru. Ratusan karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) terpaksa kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan.
SPN kemudian membawa permasalahan ini ke DPRD Nunukan, Senin (27/5/2025), dengan harapan mendapatkan solusi dan keadilan bagi para pekerja yang di-PHK. Aksi ini merupakan buntut dari mogok kerja yang dilakukan para karyawan sebagai bentuk protes atas berbagai kebijakan perusahaan yang dinilai merugikan.
Tuntutan Serikat Pekerja dan Respon Perusahaan
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar di DPRD, SPN menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain:
- Penolakan terhadap upaya perusahaan untuk merundingkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
- Praktik pemotongan gaji dengan dalih biaya alat kerja.
- Penugasan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi kesehatan karyawan.
- Ketiadaan fasilitas air bersih dan kesehatan yang memadai di lingkungan kerja.
- Penerapan denda dan mutasi yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
- Tindakan pengusiran paksa dan intimidasi yang dilakukan aparat keamanan selama aksi mogok kerja berlangsung.
Menurut juru bicara SPN, Kornelis, mogok kerja merupakan langkah terakhir yang diambil setelah upaya perundingan bipartit dengan perusahaan menemui jalan buntu. Aksi mogok kerja yang berlangsung selama sebulan, dari 5 Mei hingga 5 Juni 2025, justru berujung pada PHK massal dan pengusiran karyawan dari barak tempat tinggal.
PT KHL, melalui perwakilannya, Wicky, membantah tuduhan yang dilayangkan SPN. Pihak perusahaan mengklaim bahwa selama ini telah mengedepankan kesejahteraan karyawan melalui berbagai kebijakan internal. Wicky juga menegaskan bahwa proses perundingan bipartit tidak mengalami kegagalan, melainkan disepakati untuk dilanjutkan ke tahap PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) atau Tripartit.
Perusahaan mengakui telah mengeluarkan imbauan untuk tidak melakukan mogok kerja sejak 19 April 2025. Selain itu, PT KHL juga menolak PKB karena masih memberlakukan Peraturan Perusahaan (PP) hingga Desember 2026. Sistem kerja yang diterapkan masih berbasis waktu dan hasil, dengan pemberian insentif bagi karyawan yang berhasil mencapai target.
Menanggapi keluhan terkait fasilitas barak dan air bersih, Wicky menyatakan bahwa perusahaan telah berupaya melakukan perbaikan. Khusus untuk masalah air bersih, perusahaan mengaku telah berupaya mencari sumber air selama enam bulan terakhir, namun belum berhasil.
Reaksi DPRD Nunukan
DPRD Nunukan menunjukkan respons serius terhadap permasalahan ini. Ketua Komisi 3 DPRD Nunukan, Rian Antoni, menyatakan bahwa pihaknya telah menugaskan tiga anggota DPRD untuk melakukan peninjauan langsung ke lokasi perusahaan guna mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Anggota DPRD Gat Khaleb bahkan menyebut PT KHL sebagai perusahaan "nakal" yang tidak menghormati hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja, yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Gat juga mendesak Pemerintah Daerah untuk mengevaluasi Hak Guna Usaha (HGU) PT KHL dan meminta perusahaan untuk mempekerjakan kembali karyawan yang di-PHK.
Ketua Komisi 1 DPRD, Andi Mulyono, mengimbau perusahaan untuk lebih bijaksana dalam menerapkan aturan dan mengedepankan aspek kemanusiaan. Ia mempertanyakan apakah semua karyawan yang di-PHK telah diinvestigasi kesalahannya secara seksama.
Kasus ini semakin mencuat setelah video pengusiran buruh dari barak PT KHL viral di media sosial. Hal ini menjadi salah satu alasan utama bagi SPN untuk mengadukan permasalahan ini ke DPRD Nunukan.