Sultan HB X Beri Tanggapan Terkait Perselisihan Warga Lempuyangan dengan PT KAI

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, turut menanggapi polemik yang melibatkan warga Kampung Tegal Lempuyangan dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) terkait rencana pengembangan Stasiun Lempuyangan. Sri Sultan menekankan pentingnya pemberian ganti rugi yang layak bagi warga terdampak, khususnya atas bangunan dan fasilitas tambahan yang telah dibangun di atas lahan sengketa.

"Kemarin kan nggak dihitung, jadi penghuni membangun kamar mandi, kamar tambahan, kemarin kan belum dihitung sepertinya lho. Hanya pesangon untuk pindah, mereka minta itu diberi," ujar Sultan, menggarisbawahi perlunya pertimbangan atas investasi yang telah dikeluarkan warga dalam membangun tempat tinggal mereka. Sultan juga menegaskan bahwa pemberian "bebungah" atau bantuan dari Keraton Yogyakarta tidak berkaitan dengan kompensasi yang seharusnya diberikan oleh PT KAI.

Perselisihan ini bermula dari rencana relokasi warga sebagai bagian dari proyek pengembangan Stasiun Lempuyangan. Proses sosialisasi yang dilakukan sebelumnya menemui jalan buntu karena warga Kampung Tegal Lempuyangan menolak tawaran uang bongkar dari PT KAI. Penolakan ini didasari oleh penilaian bahwa nilai kompensasi per meter bangunan yang ditawarkan tidak logis dan merendahkan.

Dalam audiensi yang digelar di Kantor Kelurahan Bausasran, PT KAI menyampaikan tawaran kompensasi kepada warga terdampak. Selain uang kompensasi utama, PT KAI juga menawarkan tambahan sebesar Rp 10 juta untuk biaya rumah singgah, serta Rp 2,5 juta untuk biaya bongkar dan muat truk.

Namun, tawaran ini ditolak oleh warga. Ketua RW 01 Kampung Tegal Lempuyangan, Anton Handriutomo, menjelaskan bahwa warga menolak musyawarah terkait ongkos bongkar yang ditawarkan PT KAI karena dianggap tidak sesuai dengan nilai bangunan dan kerugian yang akan mereka alami.

Sebagai tambahan, Anton juga mengungkapkan bahwa Keraton Yogyakarta berencana memberikan "bebungah" sebesar Rp 750 juta untuk 14 rumah, atau sekitar Rp 53,7 juta per rumah. Meskipun demikian, bantuan ini tidak dianggap sebagai pengganti kompensasi yang seharusnya diberikan oleh PT KAI.

Berikut adalah poin-poin yang menjadi perhatian dalam sengketa ini:

  • Kompensasi yang Layak: Warga menuntut kompensasi yang adil dan sesuai dengan nilai bangunan serta kerugian yang akan mereka alami akibat relokasi.
  • Peran PT KAI: PT KAI diharapkan memberikan kompensasi yang memadai dan transparan kepada warga terdampak.
  • Bantuan dari Keraton: Pemberian "bebungah" dari Keraton Yogyakarta merupakan bentuk perhatian terhadap warga, namun tidak menggantikan tanggung jawab PT KAI dalam memberikan kompensasi.
  • Pengembangan Stasiun Lempuyangan: Proyek pengembangan Stasiun Lempuyangan diharapkan dapat berjalan lancar dengan memperhatikan hak-hak warga terdampak.

Konflik antara warga dan PT KAI masih berlanjut, dan diharapkan solusi yang adil dan menguntungkan semua pihak dapat segera ditemukan.