Industri Hotel dan Restoran Jakarta di Ambang Krisis: PHK Massal Mengintai Akibat Penurunan Jumlah Pengunjung
Kondisi mengkhawatirkan tengah melanda industri perhotelan dan restoran di Ibu Kota Jakarta. Penurunan drastis jumlah pengunjung telah memicu kekhawatiran akan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor ini.
Survei terbaru yang dilakukan oleh Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Jakarta pada April 2025 mengungkap fakta bahwa 96,7 persen hotel mengalami penurunan tingkat hunian. Situasi ini memaksa para pelaku usaha untuk mengambil langkah-langkah ekstrem, termasuk mengurangi jumlah tenaga kerja dan menerapkan berbagai strategi efisiensi operasional.
Ketua BPD PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengungkapkan sejumlah faktor yang menjadi penyebab utama penurunan jumlah pengunjung hotel dan restoran di Jakarta.
- Pengetatan Anggaran Pemerintah: Hasil survei menunjukkan bahwa 66,7 persen responden menyatakan penurunan tertinggi berasal dari segmen pasar pemerintahan. Kebijakan pengetatan anggaran yang diterapkan oleh pemerintah berdampak signifikan terhadap tingkat hunian hotel dan kunjungan restoran.
- Ketergantungan pada Wisatawan Domestik: Penurunan dari pasar pemerintah memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik. Kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) terhadap kunjungan ke Jakarta masih tergolong sangat kecil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa dari tahun 2019 hingga 2023, rata-rata persentase kunjungan wisman hanya mencapai 1,98 persen per tahun jika dibandingkan dengan wisatawan domestik.
- Kenaikan Biaya Operasional: Pelaku usaha tidak hanya dihadapkan pada berkurangnya pasar, tetapi juga harus menanggung peningkatan biaya operasional yang signifikan. Tarif air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengalami kenaikan hingga 71 persen, sementara harga gas elpiji melonjak 20 persen. Beban diperberat dengan kenaikan tahunan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tercatat meningkat hingga 9 persen pada tahun ini.
Sutrisno menambahkan, ketidakseimbangan antara tekanan dari sisi pendapatan dan biaya telah mendorong banyak pelaku usaha untuk mengambil langkah-langkah antisipatif.
Survei BPD PHRI DKI Jakarta menunjukkan bahwa 70 persen responden menyatakan akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan. Responden memprediksi pengurangan karyawan sebanyak 10 hingga 30 persen. Selain itu, 90 persen responden melakukan pengurangan daily worker, dan 36,7 persen responden akan melakukan pengurangan staf.
Faktor lain yang turut memperburuk situasi adalah kerumitan regulasi dan sertifikasi. Pelaku industri dihadapkan pada tantangan administratif berupa regulasi dan sertifikasi yang dinilai rumit dan memberatkan. Sutrisno menyoroti banyaknya jenis izin yang harus dipenuhi, seperti izin lingkungan, sertifikat laik fungsi, hingga perizinan minuman beralkohol. Proses birokrasi yang panjang, duplikasi dokumen antarinstansi, serta biaya yang tidak transparan dinilai menghambat kelangsungan usaha.
Kondisi ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan pihak terkait untuk mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Dukungan kebijakan yang tepat diharapkan dapat membantu industri perhotelan dan restoran Jakarta keluar dari krisis dan mencegah terjadinya PHK massal.