Meluruskan Makna Merariq: Tradisi Pernikahan Suku Sasak yang Sarat Makna, Bukan Penculikan
Tradisi Merariq, sebuah praktik budaya yang mengakar kuat dalam masyarakat Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, seringkali disalahpahami dan bahkan dicap negatif sebagai tindakan penculikan. Namun, pandangan ini jauh dari kebenaran. Merariq adalah sebuah proses yang kompleks dengan aturan dan makna tersendiri, dan penting untuk memahami nuansanya agar tidak terjadi distorsi. Majelis Adat Sasak (MAS) menegaskan bahwa istilah 'menculik' tidaklah tepat, karena mengandung konotasi negatif yang tidak sesuai dengan esensi tradisi tersebut.
Merariq bukanlah aksi paksa atau penculikan tanpa persetujuan. Lebih tepatnya, ini adalah proses membawa pergi seorang wanita dari rumahnya dengan persetujuan dan kesadaran penuh untuk kemudian dinikahi. Bahkan, dalam praktiknya, sang wanita seringkali telah membuat kesepakatan dengan calon suaminya terkait waktu dan pelaksanaan 'tepelaik' atau 'dilarikan'.
Tahapan Menuju Pernikahan
Sebelum mencapai tahap Merariq, terdapat tahapan-tahapan yang umumnya dilalui dalam masyarakat Suku Sasak, salah satunya adalah:
- Midang: Tradisi mendekati wanita pujaan hati dengan mengunjungi rumahnya. Dahulu, interaksi ini terbatas pada beranda atau ruang terbuka dengan batasan waktu yang ketat. Wanita diperkenankan menerima kunjungan dari beberapa pria secara bergantian, dan diharapkan untuk bersikap adil tanpa menghina atau menolak siapapun dengan kasar. Namun, tradisi Midang kini mulai tergerus zaman, digantikan dengan interaksi melalui telepon atau video call.
Mekanisme Pernikahan
Proses menuju pernikahan dapat ditempuh melalui dua cara utama:
- Belakok: Melamar secara formal kepada keluarga wanita.
- Tepelaik (Merariq): Membawa wanita pergi dari rumahnya dengan persetujuan untuk dinikahi. Pilihan ini seringkali diambil untuk menghindari penolakan dari pihak keluarga yang mungkin kurang setuju, atau untuk menjaga perasaan pihak laki-laki lain yang juga berminat pada wanita tersebut. Bahkan, dalam beberapa kasus, orang tua wanita mungkin pura-pura tidak tahu menahu tentang rencana tersebut.
Salah satu ciri khas Merariq adalah surat yang ditinggalkan oleh wanita di bawah bantalnya, berisi pemberitahuan dan penjelasan kepergiannya. Namun, tradisi ini pun kini mulai bergeser ke pesan singkat melalui handphone.
Permasalahan Pernikahan Dini
Ironisnya, di tengah upaya pelestarian tradisi Merariq, masalah pernikahan usia anak masih menjadi tantangan serius. Meskipun ada aturan adat yang melarangnya, praktik pernikahan dini tetap terjadi karena berbagai faktor. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Koalisi Stop Kekerasan Seksual menyoroti bahwa penyimpangan dari adat dan tradisi menjadi akar masalahnya.
Kasus-kasus pernikahan dini seringkali merupakan pelanggaran hukum dan melanggar hak-hak anak. Oleh karena itu, edukasi masyarakat dan penegakan hukum yang tegas sangat penting untuk mencegah pernikahan usia anak dan melindungi masa depan generasi muda. Hukum adat sendiri tidak bermasalah, namun penyimpangan darinya, seperti pernikahan anak, harus ditindak tegas.
Penegakan hukum yang tepat menjadi krusial untuk melindungi anak-anak dan masa depan mereka. Masyarakat diharapkan tidak sembarangan melakukan atau membiarkan perkawinan anak, karena ada sanksi pidana yang mengancam.