Investasi Hilirisasi Nikel: Indonesia Prioritaskan Kemitraan dengan China
Indonesia memberikan prioritas kepada China dalam pengembangan hilirisasi nikel, sebuah keputusan yang didasari oleh komitmen kuat dan kesetiaan investasi yang ditunjukkan oleh negara tersebut. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa nikel, sebagai komoditas mineral kritis global, menarik minat dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia membuka pintu bagi semua negara untuk berinvestasi, namun hanya sedikit yang menunjukkan keseriusan nyata. Ia menggunakan analogi tentang pentingnya 'kesetiaan' dalam investasi, menyiratkan bahwa China telah membuktikan komitmennya lebih dari negara lain. Pemerintah Indonesia, menurutnya, mencari mitra yang tidak hanya memberikan janji, tetapi juga mewujudkan investasi secara konkret. Korea Selatan dan Jepang juga mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proyek hilirisasi nikel. Minat yang sama kemudian muncul dari AS dan Eropa. Pemerintah Indonesia menyambut baik minat tersebut, namun menekankan pentingnya realisasi investasi, bukan hanya proposal.
Saat ini, Indonesia fokus pada hilirisasi nikel untuk mendukung ekosistem produksi baterai kendaraan listrik (EV). Rencananya, peletakan batu pertama (groundbreaking) pabrik baterai EV akan dilaksanakan pada Juni 2025. Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam industri kendaraan listrik global.
Pemerintah menargetkan produksi 2 juta kendaraan listrik pada tahun 2027-2028. Untuk mencapai target ini, diperlukan kapasitas baterai sebesar 150 gigawatt. Bahlil menjelaskan bahwa setiap 10 gigawatt baterai dapat menghasilkan sekitar 150 ribu kendaraan listrik. Investasi di sektor hilirisasi nikel dan produksi baterai EV ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia dan membuka lapangan kerja baru.