Polda Jambi Buka Penyelidikan Dugaan Malpraktik di RS Erni Medika

Polda Jambi merespons laporan dugaan malpraktik yang terjadi di Rumah Sakit Erni Medika, Kota Jambi. Irjen Pol Krisno H Siregar, Kapolda Jambi, menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti laporan tersebut jika diajukan secara resmi.

Krisno menegaskan bahwa setiap laporan yang masuk akan diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku. Pihaknya akan melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan kelalaian yang mengakibatkan seorang pasien meninggal dunia. "Silakan lapor ke Polri, nanti akan diselidiki. Terima kasih informasinya," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Jambi, dr. Deden, memberikan penjelasan terkait keberadaan dokter spesialis di RS Erni Medika. RS Erni Medika mengakui bahwa mereka belum memiliki dokter spesialis bedah saraf tetap, tetapi memiliki dokter bedah saraf yang siap dipanggil jika ada kasus darurat.

Menurut dr. Deden, dalam sistem administrasi kepegawaian, terdapat dua kategori dokter yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan:

  • Dokter tetap (full-timer)
  • Dokter tidak tetap (part-timer/mitra)

Kedua jenis dokter ini, menurut dr. Deden, wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di tempat mereka berpraktik. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

"Namun dalam menjalankan praktik pelayanannya di suatu tempat layanan kesehatan, keduanya tetap harus memiliki SIP di tempat praktik tersebut, sesuai dengan amanah UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan," katanya.

Lebih lanjut, dr. Deden menjelaskan bahwa satu SIP hanya berlaku untuk satu fasilitas kesehatan, baik itu rumah sakit maupun klinik. Seorang dokter diperbolehkan memiliki maksimal tiga SIP.

"Contoh, saya punya tiga SIP, jadi itu bisa saya pergunakan untuk:

  • RS dr Bratanata sebagai dokter tetap.
  • RS Siloam sebagai dokter tidak tetap.
  • RS Mitra sebagai dokter tidak tetap,"

Kasus ini bermula dari laporan dugaan malpraktik dan kelalaian yang menyebabkan seorang pasien kecelakaan asal Sarolangun meninggal dunia setelah menjalani perawatan selama lima hari di RS Erni Medika. Keluarga pasien menuding pihak rumah sakit telah meminta uang sebesar Rp 30 juta, namun operasi tidak kunjung dilakukan hingga pasien meninggal dunia, dan uang tersebut tidak dikembalikan.

Pihak RS Erni Medika membantah tudingan tersebut. Mereka mengklaim bahwa uang Rp 30 juta yang diminta adalah uang deposit karena pasien berstatus pasien umum, bukan sebagai biaya operasi.