Dugaan Malpraktek Amputasi Kaki Tanpa Persetujuan di RSU Mitra Sejati Medan: Dinas Kesehatan Sumut Lapor MKDKI
Dugaan Malpraktek Amputasi Kaki Tanpa Persetujuan di RSU Mitra Sejati Medan: Dinas Kesehatan Sumut Lapor MKDKI
Kasus dugaan malpraktek medis di Rumah Sakit Umum (RSU) Mitra Sejati Medan, yang melibatkan pasien JS (43) yang kakinya diamputasi tanpa persetujuan keluarga, telah memicu investigasi mendalam oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Sumut). Pihak Dinas Kesehatan telah resmi melaporkan kasus ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) untuk proses penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan pelanggaran etika profesi. Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Faisal Hasrimy, membenarkan pelaporan tersebut dan menyatakan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan pendalaman terhadap standar mutu pelayanan kesehatan di RSU Mitra Sejati.
Proses pendalaman ini difokuskan pada investigasi apakah ada pelanggaran prosedur dan etika kedokteran dalam penanganan pasien JS. Meskipun pihak RSU Mitra Sejati mengklaim telah mencapai kesepakatan damai dengan keluarga pasien, Dinas Kesehatan Sumut menegaskan bahwa investigasi tetap akan berlanjut. Hasil investigasi ini akan menentukan sanksi yang akan diberikan kepada dokter atau tenaga kesehatan yang terlibat, mulai dari sanksi ringan hingga pencabutan izin praktik, jika terbukti adanya pelanggaran prosedur yang serius. Faisal Hasrimy menekankan komitmen pemerintah daerah untuk memastikan kualitas pelayanan kesehatan dan menindak tegas setiap pelanggaran etika profesi yang dilakukan oleh tenaga medis.
Kronologi kejadian bermula saat JS, pada tanggal 23 Februari 2025, berobat ke RSU Mitra Sejati untuk mengobati luka di jari kaki kanannya akibat tertusuk paku. Dokter yang menangani kemudian menyarankan rawat inap untuk dilakukan operasi pada jari kaki tersebut. Keluarga JS menyetujui tindakan tersebut dan pada tanggal 24 Februari 2025, suami JS menandatangani formulir persetujuan pembiusan dan operasi jari kaki. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Setelah menjalani operasi, keluarga terkejut mendapati kaki JS telah diamputasi hingga betis, bukan hanya jari kaki seperti yang telah disepakati sebelumnya. Kejadian ini mengakibatkan keluarga JS mengambil langkah hukum dengan melaporkan kasus ini ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut).
Kuasa hukum korban, Hans Benny Silalahi, mengungkapkan kekecewaan mendalam atas peristiwa ini dan berharap kliennya mendapatkan keadilan. Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya berencana untuk membawa kasus ini ke tingkat nasional, dengan rencana pelaporan ke Mabes Polri, Kementerian Kesehatan, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Sementara itu, pihak RSU Mitra Sejati melalui Kepala Hukum, Erwinsyah Lubis, menyatakan bahwa kasus tersebut telah diselesaikan secara damai. Namun, detail mengenai kesepakatan tersebut tidak diungkapkan secara rinci oleh pihak rumah sakit. Pernyataan pihak rumah sakit yang menyebut kasus ini sebagai 'kesalahpahaman' jauh dari kepuasan keluarga pasien yang mengalami trauma atas tindakan medis yang dianggap tidak sesuai prosedur dan tanpa persetujuan yang sah.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam dunia kedokteran. Persetujuan pasien merupakan hal yang fundamental dalam setiap tindakan medis, dan pelanggaran terhadap hak pasien ini harus mendapat perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan di sektor kesehatan. Proses investigasi yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap fakta yang sebenarnya dan memberikan keadilan bagi pasien dan keluarganya serta memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.