Polemik Pemasangan Eskalator di Candi Borobudur: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Angkat Bicara

markdown Polemik mengenai pemasangan eskalator di kompleks Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, tengah menjadi sorotan publik setelah sebuah video viral beredar di media sosial. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, melalui Gubernur Ahmad Luthfi, memberikan tanggapan terkait isu yang berkembang ini.

Gubernur Luthfi menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tidak memiliki kewenangan dalam proyek pemasangan eskalator tersebut. Menurutnya, inisiatif dan pelaksanaan proyek ini berada di bawah tanggung jawab pemerintah pusat.

"Itu ranah pusat, bukan kami," ujar Luthfi usai menghadiri Rapat Kerja Musrenbang Jawa Tengah Tahun 2025 di Semarang, Senin (26/5/2025). Ia mengarahkan awak media untuk mengonfirmasi informasi lebih lanjut mengenai proyek tersebut kepada pihak-pihak yang berwenang di tingkat pusat.

Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa pengadaan stairlift di Candi Borobudur merupakan bagian dari persiapan kunjungan kenegaraan Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Keterbatasan waktu dalam agenda kunjungan menjadi pertimbangan utama dalam penyediaan fasilitas tersebut.

"Presiden Prancis dalam kunjungan kenegaraan memiliki waktu yang terbatas. Tidak seperti kunjungan liburan yang memungkinkan seseorang menghabiskan waktu seharian di Borobudur. Waktu yang ketat menuntut adanya fasilitas yang memadai untuk memudahkan akses ke setiap tingkat di Borobudur," jelas Hasan di Jakarta.

Berikut adalah poin-poin yang menjadi perhatian dalam isu ini:

  • Pemasangan Eskalator: Sebuah video viral menunjukkan adanya proses pemasangan eskalator di struktur Candi Borobudur.
  • Tanggapan Pemerintah Provinsi: Gubernur Jawa Tengah menyatakan bahwa proyek ini bukan wewenang pemerintah provinsi.
  • Klarifikasi Istana Kepresidenan: Pengadaan stairlift terkait dengan kunjungan kenegaraan Presiden RI dan Presiden Prancis.
  • Alasan Pengadaan: Keterbatasan waktu kunjungan menjadi faktor utama penyediaan fasilitas akses.

Kontroversi ini memicu perdebatan mengenai keseimbangan antara pelestarian warisan budaya dan penyediaan aksesibilitas bagi pengunjung, terutama bagi tamu negara yang memiliki keterbatasan waktu.