Muhammadiyah Dorong Proses Hukum Restoran Ayam Goreng Widuran Terkait Dugaan Pelanggaran UU Produk Halal
Kasus dugaan penyajian menu non-halal di restoran Ayam Goreng Widuran, Solo, Jawa Tengah, yang telah beroperasi sejak 1973, menuai kecaman dari berbagai pihak. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui ketuanya, Anwar Abbas, mendesak agar kasus ini diproses secara hukum karena dinilai melanggar Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UUJPH).
Anwar Abbas menyampaikan kekecewaannya atas sikap pengelola restoran yang tidak secara terbuka mencantumkan label non-halal pada produk mereka, baik di outlet fisik maupun platform daring, meskipun telah beroperasi selama lebih dari setengah abad. Menurutnya, ketidakjujuran ini baru disadari setelah isu tersebut viral di media sosial dan memicu protes dari masyarakat. Anwar Abbas berpendapat bahwa tindakan ini menunjukkan adanya unsur kesengajaan dari pihak pengelola.
"Seharusnya, pihak restoran memberikan informasi yang jelas kepada pelanggan, baik secara lisan maupun tulisan, mengenai status non-halal dari produk ayam goreng yang mereka jual. Namun, kenyataannya hal ini tidak dilakukan," tegas Anwar Abbas.
Muhammadiyah berpendapat bahwa kasus ini tidak bisa ditoleransi dan harus diselesaikan melalui jalur hukum. Hal ini dikarenakan dampaknya yang luas terhadap kepercayaan konsumen, khususnya umat Islam. Kasus ini mencuat setelah viralnya keluhan konsumen di media sosial, terutama di kolom ulasan Google Review. Banyak konsumen yang merasa tertipu karena mengira seluruh menu yang disajikan di restoran tersebut adalah halal.
Beberapa pelanggan bahkan baru mengetahui status non-halal menu ayam kremes setelah membaca berita dan komentar di media sosial. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa pihak restoran sengaja menyembunyikan informasi penting tersebut dari konsumen. Pihak restoran sendiri mengonfirmasi bahwa pemasangan label non-halal baru dilakukan setelah banyaknya komplain dari pelanggan.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar dan jelas mengenai produk yang mereka konsumsi. UUJPH sendiri mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang jujur dan akurat mengenai status kehalalan produk mereka. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.