TPUA Pertanyakan Penghentian Penyelidikan Dugaan Ijazah Palsu Presiden Jokowi

Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) menunjukkan ketidakpuasan atas dihentikannya penyelidikan terkait isu dugaan ijazah palsu yang melibatkan Presiden Joko Widodo. Mereka secara resmi mengajukan keberatan kepada Bareskrim Polri atas proses dan hasil penyelidikan yang dianggap tidak memenuhi standar hukum yang berlaku.

TPUA berpendapat bahwa terdapat sejumlah kejanggalan dalam gelar perkara yang berujung pada penghentian penyelidikan. Rizal Fadhillah, Wakil Ketua TPUA, menyatakan bahwa proses gelar perkara seharusnya melibatkan pelapor dan terlapor untuk memberikan keterangan dan bukti. Namun, dalam kasus ini, kedua belah pihak tidak diundang, sehingga TPUA menilai proses tersebut tidak transparan dan cacat hukum.

Berikut adalah poin-poin keberatan yang diajukan TPUA:

  • Ketidaklibatan Pelapor dan Terlapor: TPUA menekankan pentingnya kehadiran pelapor dan terlapor dalam gelar perkara untuk memastikan proses yang adil dan transparan.
  • Penyelidikan yang Tidak Tuntas: TPUA berpendapat bahwa penyelidikan yang dilakukan tidak lengkap karena penyidik tidak meminta keterangan dari ahli yang diajukan oleh TPUA, termasuk dosen pembimbing skripsi Presiden Jokowi.
  • Kesimpulan yang Tendensius dan Menyesatkan: TPUA mengkritik kesimpulan penyidik yang menyatakan bahwa ijazah tersebut asli. Mereka menilai bahwa kesimpulan tersebut tidak berdasarkan pada bukti yang kuat dan cenderung menyesatkan publik.
  • Pembuktian yang Terlalu Sederhana: TPUA meragukan metode pembuktian yang dilakukan oleh penyidik, yang hanya mengandalkan pengamatan visual tanpa melibatkan uji forensik yang mendalam.

TPUA juga menyoroti pentingnya gelar perkara khusus dalam kasus yang menarik perhatian publik. Mereka berpendapat bahwa gelar perkara yang dilakukan sebelumnya tidak optimal, tidak terbuka, dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Selain itu, TPUA mengingatkan tentang perlindungan terhadap korban, saksi, dan pelapor. Mereka menekankan bahwa pelapor, saksi, dan korban tidak boleh dituntut pidana atau perdata selama proses penyelidikan berlangsung.

TPUA juga menyinggung tentang perkara perdata yang sedang berjalan di Solo dan Sleman terkait dugaan perbuatan melawan hukum terkait ijazah palsu Presiden Jokowi. Mereka berpendapat bahwa laporan di Bareskrim seharusnya dihentikan karena adanya perkara perdata yang tengah berlangsung.

Terakhir, TPUA meragukan uji forensik yang dilakukan oleh penyidik. Mereka menduga bahwa uji forensik tidak dilakukan secara mendalam dan hanya bersifat sederhana, sehingga kesimpulannya tidak mengikat secara hukum.

TPUA berencana untuk mengadukan hasil penyelidikan ini kepada Irwasum Polri dan Ombudsman. Mereka menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti pada hasil penyelidikan yang diumumkan oleh Bareskrim dan akan terus berupaya untuk mengungkap kebenaran terkait isu dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menyatakan bahwa ijazah sarjana kehutanan atas nama Joko Widodo identik dengan dokumen pembanding. Kesimpulan ini didasarkan pada uji laboratoris terhadap ijazah asli dan sampel pembanding dari rekan-rekan seangkatan Presiden Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM. Uji laboratoris meliputi bahan kertas, pengaman kertas hingga cap stempel, Dipastikan bukti dan pembandingnya identik.