Kisah Transformasi KAI: Dari Krisis Pandemi Menuju Era Baru di Bawah Nahkoda Didiek Hartantyo

Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 menjadi mimpi buruk bagi banyak sektor, termasuk transportasi kereta api. Ketakutan akan penularan virus mematikan membatasi mobilitas masyarakat, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) berada di persimpangan jalan.

Di tengah situasi yang penuh tantangan itu, Didiek Hartantyo mengambil alih tampuk kepemimpinan sebagai Direktur Utama KAI pada 8 Mei 2020. Amanah besar diemban, yakni menyelamatkan perusahaan dari potensi kelumpuhan akibat krisis yang melanda. Tugas berat menanti, mulai dari penghentian layanan kereta penumpang, penurunan pendapatan, hingga ketidakpastian bagi ribuan pekerja.

Alih-alih panik, Didiek memilih strategi yang berbeda. Ia menolak opsi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan membentuk tim khusus untuk memantau kondisi keuangan perusahaan secara cermat. Selain itu, ia fokus pada penguatan bisnis logistik dan memulai transformasi sistem secara internal.

Kepemimpinan Didiek Hartantyo dalam membawa KAI melewati masa sulit pandemi diabadikan dalam buku berjudul "Masinis yang Melintasi Badai". Buku ini ditulis oleh Zulfikar Akbar dan Wisnu Nugroho, diterbitkan oleh Kompas. Uniknya, buku ini tidak disusun berdasarkan wawancara langsung dengan Didiek, melainkan dari kisah-kisah orang-orang yang bekerja bersamanya, merasakan dampak dari setiap keputusan yang diambil. Penulis buku tersebut mengungkapkan bahwa buku itu lahir dari interaksi, testimoni, hingga pengamatan harian yang mengalir dari bawah ke atas.

Didiek Hartantyo mengungkapkan bahwa awal pandemi merupakan tantangan terberat dalam kariernya. Penurunan jumlah penumpang, pendapatan yang anjlok, dan operasional yang hampir terhenti menjadi ujian yang sangat berat. Namun, tekanan tersebut justru memunculkan keteguhan dan arah yang jelas bagi transformasi KAI.

Selama masa krisis, Didiek menerapkan empat strategi utama:

  • Menjaga Likuiditas Perusahaan: Pendapatan KAI yang merosot tajam membuat Didiek Hartantyo memutuskan untuk memantau keuangan secara ketat, bahkan hingga ke arus kas mingguan.
  • Optimalisasi Angkutan Barang: Ketika layanan penumpang terganggu, angkutan barang menjadi tumpuan. KAI mengangkut berbagai komoditas, mulai dari telur, air minum, pupuk, hingga bahan pokok, untuk menjaga kelangsungan bisnis.
  • Efisiensi Menyeluruh: KAI berhasil menekan biaya hingga lebih dari Rp 6 triliun pada tahun 2020 dengan mengurangi belanja non-esensial, meninjau ulang proyek-proyek, dan menegosiasi ulang kerja sama dengan mitra.
  • Tanpa Pemutusan Hubungan Kerja: Didiek Hartantyo berkomitmen untuk melindungi seluruh karyawan KAI, bahkan di tengah krisis yang berat. Tidak ada PHK yang dilakukan, sejalan dengan filosofi kepemimpinannya yang menempatkan kemanusiaan di atas segalanya.

Didiek Hartantyo mengusung tiga filosofi dalam kepemimpinannya, yaitu adaptif, solutif, dan kolaboratif. Filosofi ini diyakini akan tetap relevan seiring dengan perkembangan zaman dan mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan maupun ekonomi nasional.