Evaluasi KUD Masa Lalu: Nurdin Halid Soroti Potensi Kegagalan KopDes Merah Putih

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti potensi kegagalan Koperasi Desa (KopDes) Merah Putih, berkaca pada pengalaman buruk Koperasi Unit Desa (KUD) di masa lalu. Dalam rapat kerja antara Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Budi Arie Setiadi, Wakil Ketua Komisi VI Nurdin Halid mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam menjalankan program KopDes Merah Putih. Hal ini disampaikan pada Senin (26/05/2025) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Nurdin Halid, yang memiliki pengalaman lebih dari 28 tahun dalam manajemen KUD, menekankan pentingnya menghindari kesalahan yang sama seperti pada program KUD. Ia menjelaskan bahwa KUD, yang dibentuk melalui Instruksi Presiden (Inpres), memang berhasil mencapai stabilitas harga beras dan gabah serta swasembada beras.

"KUD gagal menjadi pelaku ekonomi dominan di desa maupun di kota, apalagi di nasional. Ini harus menjadi pelajaran Pak Menteri, jangan sampai Inpres yang saya bilang ini, kembali gagal seperti Inpres KUD. Tidak boleh terjadi," tegas Nurdin Halid.

Nurdin Halid menekankan perlunya fleksibilitas dan profesionalisme dalam pengelolaan KopDes Merah Putih. Menurutnya, koperasi harus mampu menjalankan tugas dari pemerintah sekaligus menciptakan usaha yang dapat menjadi pelaku ekonomi dominan. Belajar dari sejarah KUD yang pernah berjaya di era Orde Baru. Dimana pada tahun 1963, pemerintah menginisiasi pembentukan Koperta di kalangan petani dengan fokus utama memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi.

Selanjutnya, pada periode 1966-1967, dikembangkan Badan Usaha Unit Desa (BUUD) sebagai kelanjutan dari Koperta. BUUD memiliki tugas utama membantu petani dalam mengatasi masalah produksi, termasuk kredit dan bagi hasil, penyediaan sarana produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil produksi. BUUD juga berperan dalam pembelian gabah, penggilingan, penyetoran beras ke Depot Logistik (Dolog), dan penyaluran pupuk. Konsep pengembangan koperasi di pedesaan ini kemudian disatukan menjadi BUUD/KUD, yang secara bertahap menggantikan peran BUUD.

Namun, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono berpendapat bahwa kemunduran KUD di Indonesia tidak terlepas dari intervensi Dana Moneter Internasional (IMF) pada masa krisis moneter 1998. IMF memaksa pemerintah Indonesia untuk menarik peran negara dalam sektor pangan dan pertanian, yang berdampak pada banyak KUD yang sebelumnya berperan penting dalam swasembada beras menjadi tidak aktif.

"KUD itu banyak yang kemudian tidak aktif lagi karena waktu IMF tahun 1998 memaksa pemerintah Indonesia untuk menarik peran negara dalam mengatur pangan dan pertanian. Itu yang menjadikan KUD-KUD mati," ungkap Ferry Juliantono.

Akibat perubahan kebijakan tersebut, koperasi-koperasi yang semula produktif kemudian bergeser menjadi koperasi simpan pinjam semata. Nurdin Halid berharap KopDes Merah Putih dapat belajar dari pengalaman KUD dan menghindari kesalahan yang sama, sehingga dapat menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan di desa.

Berikut poin penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan KopDes Merah Putih:

  • Fleksibilitas dan Profesionalisme: Pengelolaan koperasi harus fleksibel dan profesional agar dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan pasar.
  • Kombinasi Tugas Pemerintah dan Usaha: Koperasi harus mampu menjalankan tugas dari pemerintah sekaligus menciptakan usaha yang menguntungkan.
  • Peran Negara: Pemerintah perlu memberikan dukungan yang tepat kepada koperasi tanpa melakukan intervensi yang berlebihan.
  • Belajar dari Pengalaman KUD: Pengalaman KUD di masa lalu harus menjadi pelajaran berharga agar kesalahan yang sama tidak terulang.

Diharapkan dengan evaluasi mendalam dan strategi yang tepat, KopDes Merah Putih dapat menjadi motor penggerak ekonomi desa yang sukses dan berkelanjutan.