Tragedi di Wonosobo: Anak Tega Habisi Nyawa Ayah Gara-gara Perselisihan Keran Air
WONOSOBO - Sebuah insiden kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung maut menggemparkan Kampung Jolontoro, Kelurahan Sambek, Wonosobo. Paiman, seorang pria berusia 46 tahun, ditangkap atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian ayah kandungnya, Tarsono (69). Peristiwa tragis ini terjadi pada hari Rabu, 14 Mei 2025.
Perselisihan bermula ketika Tarsono meminta Paiman untuk memperbaiki keran air yang bocor di rumah mereka. Permintaan ini ditolak oleh Paiman, yang kemudian memicu perdebatan sengit antara keduanya. Adu mulut itu berubah menjadi pertikaian fisik yang berujung pada tindakan kekerasan.
Menurut keterangan dari Kasat Reskrim Polres Wonosobo, AKP Arif Kristiawan, Paiman diduga melakukan serangkaian tindakan kekerasan terhadap Tarsono. Tindakan tersebut meliputi tendangan ke arah perut, bantingan, dan membenturkan tubuh korban ke dinding. Akibatnya, Tarsono mengalami luka serius.
Pada dini hari berikutnya, Tarsono mengeluhkan rasa sakit yang hebat kepada tetangganya, Susanti. Namun, karena keterbatasan biaya, korban tidak segera mendapatkan perawatan medis yang memadai. Meskipun Susanti menyarankan agar Tarsono diperiksakan ke rumah sakit, pihak keluarga mengaku tidak memiliki cukup uang untuk membiayai pengobatan.
Kondisi Tarsono terus memburuk hingga akhirnya meninggal dunia di rumahnya pada sore hari. Satreskrim Polres Wonosobo segera melakukan penyelidikan intensif setelah menerima laporan mengenai kejadian tersebut. Paiman berhasil diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk pakaian yang dikenakan korban dan sepasang sandal. Kapolres Wonosobo, AKBP Kasim Akbar, menyampaikan keprihatinannya atas insiden tragis ini. Ia menekankan pentingnya penanganan cepat dan pelaporan dalam kasus-kasus KDRT.
"Ini adalah tragedi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan. Kasus semacam ini menggarisbawahi betapa pentingnya respons cepat dan kesadaran untuk melaporkan setiap bentuk kekerasan dalam rumah tangga," ujar AKBP Kasim Akbar.
Paiman kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Ia dijerat dengan Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, yang ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara atau denda maksimal Rp 45 juta. Selain itu, ia juga dikenakan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun penjara.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga komunikasi yang baik dalam keluarga dan menghindari kekerasan sebagai solusi dalam setiap permasalahan. Pihak berwajib mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan jika mengetahui atau mengalami tindakan KDRT agar dapat segera ditangani dan mencegah terjadinya tragedi serupa.