Konsumsi Jeruk Rutin Dikaitkan dengan Penurunan Risiko Depresi, Studi Ungkap Peran Mikrobioma Usus

Sebuah studi terbaru mengindikasikan adanya hubungan antara konsumsi jeruk secara rutin dan penurunan risiko depresi. Penelitian ini menyoroti peran penting mikrobioma usus dalam kaitan tersebut.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Microbiome pada tahun 2024, dilakukan oleh para ilmuwan dari Harvard Medical School, menganalisis data dari lebih dari 32.000 perempuan yang berpartisipasi dalam Nurses’ Health Study II. Studi jangka panjang ini melacak pola makan dan kesehatan para perawat di Amerika Serikat selama lebih dari satu dekade. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi jeruk secara teratur, baik dalam bentuk buah segar maupun jus, berhubungan dengan penurunan risiko depresi hingga 22 persen. Penemuan ini tetap signifikan bahkan setelah memperhitungkan faktor-faktor gaya hidup sehat lainnya seperti aktivitas fisik, pola makan yang seimbang, dan indeks massa tubuh.

Lebih lanjut, studi ini melibatkan subkelompok peserta yang memberikan sampel feses dan darah. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk mengamati perubahan dalam mikrobioma usus secara lebih rinci. Analisis menunjukkan bahwa konsumsi jeruk berkaitan erat dengan peningkatan jumlah Faecalibacterium prausnitzii, sejenis bakteri baik yang ada di usus. Bakteri ini dikenal memiliki kemampuan untuk membantu meredakan peradangan dan berperan dalam produksi zat-zat yang memengaruhi suasana hati, seperti serotonin dan dopamin.

Menariknya, studi ini juga menemukan bahwa individu yang mengalami depresi cenderung memiliki jumlah F. prausnitzii yang lebih rendah. Bakteri ini menghasilkan senyawa bernama S-adenosyl-L-methionine (SAM), yang diketahui dapat meningkatkan kadar neurotransmitter penting di otak. Dengan kata lain, jeruk menyediakan nutrisi bagi bakteri baik ini, dan bakteri tersebut berperan penting dalam menjaga kesehatan mental. Senyawa flavonoid yang terkandung dalam jeruk, seperti naringenin dan formononetin, juga diduga berperan dalam menjaga keseimbangan mikroba usus yang mendukung kesehatan mental.

Penelitian ini memberikan bukti tambahan bahwa pola makan dapat memengaruhi kesehatan mental. Konsumsi jeruk secara teratur tidak hanya bermanfaat bagi daya tahan tubuh, tetapi juga dapat menjadi langkah sederhana dalam menurunkan risiko depresi, terutama jika diimbangi dengan gaya hidup sehat secara keseluruhan. Meskipun penelitian ini bersifat observasional dan belum membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung, temuan ini membuka jalan bagi pendekatan baru dalam pencegahan dan penanganan depresi, yaitu melalui pola makan dan perbaikan mikrobioma usus.

Kandungan Jeruk dan Pengaruhnya pada Kesehatan Mental

Jeruk, buah yang dikenal kaya akan vitamin C, ternyata menyimpan potensi manfaat lain yang signifikan bagi kesehatan mental. Studi terbaru menunjukkan bahwa konsumsi jeruk secara rutin dapat membantu menurunkan risiko depresi melalui interaksi kompleks dengan mikrobioma usus. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai bagaimana jeruk dapat memengaruhi kesehatan mental:

  • Faecalibacterium prausnitzii:
    • Konsumsi jeruk meningkatkan jumlah bakteri baik F. prausnitzii di usus.
    • Bakteri ini membantu meredakan peradangan dan memproduksi zat yang memengaruhi suasana hati seperti serotonin dan dopamin.
  • Senyawa SAM (S-adenosyl-L-methionine):
    • F. prausnitzii menghasilkan SAM, yang meningkatkan kadar neurotransmitter penting di otak.
    • SAM berperan dalam menjaga keseimbangan kimia otak dan meningkatkan suasana hati.
  • Flavonoid (Naringenin dan Formononetin):
    • Senyawa flavonoid dalam jeruk, seperti naringenin dan formononetin, membantu menjaga keseimbangan mikroba usus.
    • Keseimbangan mikroba usus yang baik mendukung kesehatan mental secara keseluruhan.

Penelitian ini menegaskan bahwa apa yang kita konsumsi memiliki dampak besar pada kesehatan mental kita. Memasukkan jeruk ke dalam diet sehari-hari, sebagai bagian dari gaya hidup sehat, dapat menjadi langkah proaktif dalam menjaga kesehatan mental dan mengurangi risiko depresi.