RS Erni Medika Jambi Akui Belum Terakreditasi dan Kekurangan Dokter Spesialis Bedah Saraf di Tengah Isu Malpraktik
Rumah Sakit Erni Medika yang berlokasi di Talang Bakung, Jambi Selatan, Kota Jambi, menjadi sorotan publik setelah pengakuan mengejutkan terkait status akreditasi dan ketersediaan dokter spesialis. Dalam konferensi pers yang diadakan pada Sabtu (24/5/2025), pihak rumah sakit mengakui bahwa sejak beroperasi delapan tahun lalu, mereka belum berhasil memperoleh akreditasi.
Humas RS Erni Medika, Nur Hadi, menyatakan bahwa pihaknya terus berupaya untuk memenuhi persyaratan akreditasi. "Percayalah, tidak ada rumah sakit yang tidak ingin terakreditasi. Rumah sakit yang tidak terakreditasi, pasti akan sakit sekali," ujarnya, menggambarkan betapa pentingnya akreditasi bagi sebuah institusi pelayanan kesehatan.
Ketika ditanya mengenai kendala yang dihadapi dalam proses akreditasi, Nur Hadi enggan memberikan penjelasan rinci. Ia hanya menyebutkan adanya hal-hal sensitif yang tidak dapat diungkapkan ke publik. Namun, ia berharap Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Jambi tetap memberikan dukungan dan pengawasan agar RS Erni Medika dapat segera terakreditasi.
Selain masalah akreditasi, RS Erni Medika juga mengakui bahwa mereka tidak memiliki dokter spesialis bedah saraf yang berstatus tetap. Kepala Bagian Umum RS Erni Medika, Deby, menjelaskan bahwa jika ada pasien yang membutuhkan tindakan bedah saraf darurat, pihaknya akan memanggil dokter spesialis dari luar. Meskipun demikian, rumah sakit ini memiliki dokter umum dan dokter spesialis dari bidang lain yang bertugas secara tetap.
Deby menambahkan bahwa seluruh tenaga medis di RS Erni Medika, termasuk dokter, bidan, dan perawat, telah memiliki Surat Izin Praktik (SIP). Sistem kerja tenaga medis diatur dalam tiga shift, yaitu pagi, siang, dan malam, untuk memastikan pelayanan yang berkesinambungan.
Pengakuan ini muncul di tengah tudingan malpraktik dan kelalaian yang menyebabkan meninggalnya seorang pasien. RS Erni Medika dilaporkan ke Polda Jambi oleh keluarga korban, seorang warga Sarolangun yang mengalami kecelakaan dan dirawat selama lima hari. Keluarga korban menuding pihak rumah sakit meminta uang sebesar Rp 30 juta sebagai biaya operasi, namun operasi tidak dilakukan hingga pasien meninggal dunia, dan uang tersebut tidak dikembalikan.
Pihak RS Erni Medika membantah tudingan tersebut. Mereka mengklaim tidak pernah meminta uang Rp 30 juta untuk biaya operasi. Deby menjelaskan bahwa yang ada adalah uang deposito, karena pasien masuk sebagai pasien umum.
Isu malpraktik dan kelalaian ini menjadi perhatian serius. Keluarga korban berharap pihak kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan bagi mereka. Sementara itu, RS Erni Medika berjanji akan bekerja sama dengan pihak berwenang dalam proses penyelidikan.
Kasus ini menyoroti pentingnya akreditasi dan ketersediaan tenaga medis yang kompeten di sebuah rumah sakit. Akreditasi merupakan bukti bahwa rumah sakit telah memenuhi standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan, sehingga dapat memberikan jaminan keamanan dan mutu pelayanan bagi pasien. Sementara itu, ketersediaan dokter spesialis yang lengkap, termasuk dokter bedah saraf, sangat penting untuk menangani kasus-kasus medis yang kompleks dan membutuhkan penanganan khusus.
Kejadian ini diharapkan menjadi pelajaran bagi RS Erni Medika dan rumah sakit lainnya di Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan memenuhi standar yang ditetapkan. Pemerintah dan BPRS juga diharapkan dapat memberikan dukungan dan pengawasan yang efektif agar rumah sakit dapat segera terakreditasi dan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat.