Perlindungan Industri Baja Nasional: Indonesia Berkaca pada Kebijakan Amerika Serikat
markdown Seiring dengan gelombang proteksionisme yang kembali menguat di kancah perdagangan global, Indonesia turut mengambil langkah strategis untuk melindungi industri baja dalam negeri. Kebijakan Amerika Serikat, dengan penerapan "Tarif Trump Jilid Kedua," menjadi studi kasus menarik dalam upaya menyeimbangkan kepentingan pasar domestik dan dinamika impor.
Amerika Serikat mengenakan tarif impor sebesar 25 persen pada hampir seluruh produk baja. Kebijakan ini berlandaskan Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962 dengan dalih menjaga keamanan nasional. Meskipun terkesan protektif, AS memberikan celah melalui mekanisme Product Exclusion Process, yang memungkinkan pengecualian tarif jika produk baja tertentu tidak dapat dipenuhi oleh produsen lokal. Hal ini menunjukkan bahwa tarif berfungsi sebagai alat seleksi impor, bukan sekadar penghalang.
Indonesia sendiri telah lama menerapkan Persetujuan Teknis (Pertek) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian untuk mengendalikan impor baja. Pertek bersifat administratif, mengharuskan importir untuk mengajukan permohonan lengkap yang mencakup spesifikasi barang, justifikasi kebutuhan, dan peruntukannya. Perbedaan mendasar terletak pada pendekatan yang digunakan: AS menerapkan tarif di awal, dengan pengecualian berdasarkan permohonan, sementara Indonesia mewajibkan izin impor sebelum barang dapat masuk.
Widodo Setiadharmaji, seorang ahli industri baja dan pertambangan, menjelaskan bahwa meskipun sistem dan instrumennya berbeda, baik Indonesia maupun AS memiliki tujuan yang sama, yaitu melindungi industri dalam negeri dari tekanan impor yang berlebihan. Keduanya tetap membuka peluang impor jika kebutuhan pasar tidak dapat dipenuhi oleh produsen lokal. Pendekatan Indonesia dinilai lebih sesuai dengan prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Arahan Presiden Prabowo untuk menyederhanakan regulasi impor baja, termasuk penataan Pertek, menjadi fokus utama. Kebijakan ini kini dikoordinasikan langsung melalui Keputusan Presiden (Keppres), menandakan pendekatan yang lebih terpusat dan strategis. Tantangan utama terletak pada peningkatan efisiensi kelembagaan. Sistem Pertek Indonesia, yang mengharuskan importir mengajukan izin setiap kali melakukan impor, memerlukan dukungan sistem yang kuat agar tidak mengganggu produksi nasional.
Keterlibatan negara dalam pengendalian impor dianggap penting untuk menjaga daya saing industri nasional. Belajar dari Amerika Serikat yang menerapkan sistem serupa, Indonesia tidak perlu ragu dalam menerapkan mekanisme yang telah dibangun untuk melindungi kepentingan industri baja dalam negeri.
Rincian Lebih Lanjut Mengenai Kebijakan Impor Baja Indonesia:
- Persetujuan Teknis (Pertek): Mekanisme utama pengendalian impor baja di Indonesia, dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian.
- Proses Pertek: Importir wajib mengajukan permohonan lengkap dengan spesifikasi barang, justifikasi kebutuhan, dan peruntukannya.
- Fungsi Pertek: Melindungi industri dalam negeri dari tekanan impor berlebihan, namun tetap membuka peluang impor jika kebutuhan pasar tidak terpenuhi.
- Arahan Presiden: Penataan Pertek menjadi fokus utama penyederhanaan regulasi impor baja, dikoordinasikan melalui Keputusan Presiden (Keppres).
- Tantangan: Peningkatan efisiensi kelembagaan dan dukungan sistem yang kuat untuk menghindari gangguan pada produksi nasional.
Perbandingan Kebijakan Impor Baja Indonesia dan Amerika Serikat
Aspek | Indonesia (Pertek) | Amerika Serikat (Tarif Trump Jilid Kedua) |
---|---|---|
Pendekatan | Administratif (izin impor) | Fiskal (tarif impor) |
Mekanisme | Persetujuan Teknis oleh Kemenperin | Product Exclusion Process (pengecualian tarif) |
Prinsip Dasar | Melindungi industri dalam negeri | Melindungi keamanan nasional |
Kesesuaian dengan WTO | Dinilai lebih sesuai dengan prinsip WTO | Sempat dinyatakan melanggar ketentuan WTO dalam kasus WT/DS544/R |
Fokus Kebijakan Presiden | Penyederhanaan regulasi impor baja | - |
Koordinasi Kebijakan | Keputusan Presiden (Keppres) | - |