LMKN Angkat Bicara Terkait Kasus Dugaan Pelanggaran Hak Cipta yang Menjerat Lesti Kejora
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memberikan penjelasan terkait polemik pelaporan Lesti Kejora ke pihak kepolisian atas dugaan pelanggaran hak cipta. Kasus ini bermula dari tindakan Lesti Kejora yang membawakan ulang (cover) lagu milik Yoni Dores.
Menurut LMKN, Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa setiap penggunaan lagu di ruang publik, termasuk dalam bentuk cover, memerlukan izin dari pencipta lagu atau pemegang hak cipta. Hal ini disampaikan oleh Dharma Orat, perwakilan LMKN, di Jakarta Pusat.
"Dalam Undang-Undang Hak Cipta, sudah jelas diatur bahwa setiap lagu yang dibawakan di ruang publik harus mendapatkan izin dari pencipta lagu. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang dan Surat Keputusan Menteri," ujar Dharma Orat.
Dharma menjelaskan bahwa pencipta lagu yang ingin mendapatkan hak ekonomi atau royalti dari karyanya harus memberikan kuasa kepada LMKN. Lembaga ini kemudian akan mengelola dan mendistribusikan royalti kepada pencipta lagu.
"Pencipta lagu dapat memperoleh hak tersebut dengan memberikan kuasa atas karya mereka kepada kami (LMKN)," imbuhnya.
Kasus yang awalnya dianggap sebagai persoalan perdata ini berkembang menjadi laporan pidana terhadap Lesti Kejora. Menanggapi hal tersebut, Dharma menyatakan bahwa setiap orang berhak mencari keadilan melalui jalur hukum yang tersedia.
"Setiap pihak memiliki hak untuk mencari keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku. Tentu saja, jika tidak ada kesepakatan melalui musyawarah. Namun, kami juga mendapatkan pesan untuk mengimbau semua pihak agar mencari solusi secara bersama-sama," tuturnya.
LMKN siap menjadi mediator jika diperlukan dalam penyelesaian masalah ini. Dharma juga mengingatkan pentingnya menjaga solidaritas antar pelaku industri musik.
"Kita ini sebetulnya satu komunitas. Intinya, penggunaan karya cipta harus seizin pemilik hak cipta atau ahli warisnya," tegas Dharma.
Lebih lanjut, Dharma menjelaskan pentingnya pemahaman mengenai hak cipta, khususnya terkait hak tampil (performing rights) dan hak reproduksi mekanikal (mechanical rights).
"Perlu ada pemahaman yang sama mengenai performing rights dan mechanical rights. Jika terkait mechanical rights, izin harus diperoleh. Performing rights juga diatur. Jika Anda menyanyi di ruang publik, Undang-Undang mewajibkan pembayaran royalti melalui LMKN," jelasnya.
Dharma juga menyoroti perlunya ketegasan hukum dalam penerapan Undang-Undang Hak Cipta. Ia berharap agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat memberikan perhatian lebih terhadap isu ini.
"Jika kita ingin mengubah aturan, maka Undang-Undang harus diubah terlebih dahulu. Saya menekankan hal ini kepada DPR," pungkasnya.