Video Klip 'Iclik Cinta' Picu Kontroversi: Perpusnas Bung Karno Jadi Latar, Video Dihapus dan Permintaan Maaf Diterbitkan

Video Klip 'Iclik Cinta' dan Kontroversi Pemakaian Lokasi Perpusnas Bung Karno

Sebuah video klip lagu bertajuk "Iclik Cinta", bergenre R&B, yang diunggah di kanal YouTube "Mala Agatha Official" pada 19 Februari 2025, telah menimbulkan kontroversi signifikan. Video tersebut menampilkan dua penyanyi perempuan, Mala Agatha dan Icha Cellow, bernyanyi dan menari di depan keyboard dengan latar belakang Gedung Perpustakaan Nasional Proklamator Bung Karno di Blitar, Jawa Timur. Lokasi ini berdekatan dengan Kompleks Makam Bung Karno, sehingga memicu reaksi keras dari masyarakat.

Kontroversi muncul karena ketidaksesuaian antara lirik lagu yang dianggap vulgar – kata "iclik" dalam bahasa Jawa slang merujuk pada tindakan seksual – dengan kesakralan lokasi pengambilan gambar. Banyak netizen menilai penggunaan lokasi tersebut sebagai tindakan tidak sensitif dan bahkan penghinaan terhadap Presiden Pertama RI, Soekarno. Reaksi publik yang meluas mendorong Perpustakaan Nasional Bung Karno untuk mengambil tindakan tegas.

Tindakan Perpusnas Bung Karno dan Pihak Terkait

Pihak Perpusnas Bung Karno, melalui staf humasnya Ardha Bryan, menyatakan telah melakukan mediasi dengan penanggung jawab video klip, Yunawan Willy Prasetyo, pada 8 Maret 2025. Mediasi tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Kota Blitar dan beberapa organisasi masyarakat. Hasil mediasi menghasilkan kesepakatan agar video klip tersebut dihapus dari semua platform media sosial dalam waktu 48 jam dan penanggung jawab video membuat permohonan maaf secara terbuka.

Bryan menjelaskan bahwa meskipun Perpusnas Bung Karno mengakui kebebasan berekspresi seniman, namun pemilihan lokasi untuk video klip dengan lirik yang dianggap vulgar dinilai sangat tidak tepat dan menimbulkan keresahan masyarakat. Lokasi pengambilan gambar, amphiteater di sisi barat Gedung Perpusnas Bung Karno, dianggap tidak sesuai dengan konten video tersebut.

Perpusnas Bung Karno pertama kali mengetahui keberadaan video klip tersebut pada 27 Februari 2025 melalui laporan netizen di media sosial Instagram dan Facebook. Setelah menghubungi Willy, video sempat dihapus, namun kemudian diunggah kembali dengan versi yang telah direvisi. Versi revisi hanya berupaya menutupi tulisan "Perpustakaan Proklamator Bung Karno" pada gedung, namun hal ini tidak cukup meredakan kemarahan publik.

Bahkan, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Blitar Raya melaporkan penanggung jawab video klip ke pihak kepolisian. Meskipun demikian, Perpusnas Bung Karno menyatakan permasalahan telah selesai setelah video tersebut dihapus dan permintaan maaf telah diunggah.

Analisis dan Implikasi Kejadian

Kejadian ini menyoroti pentingnya sensitivitas dan pertimbangan etika dalam berkarya seni, terutama ketika menggunakan lokasi-lokasi bersejarah atau yang memiliki nilai simbolis tinggi. Kebebasan berekspresi bukan berarti tanpa batas dan harus diimbangi dengan rasa tanggung jawab serta penghormatan terhadap nilai-nilai sosial dan budaya. Kasus ini juga menjadi pembelajaran penting bagi para seniman dan produser dalam mempertimbangkan konteks dan implikasi dari karya mereka sebelum dipublikasikan. Kecepatan penyebaran informasi di media sosial juga memperlihatkan betapa pentingnya pengelolaan reputasi dan tanggapan cepat terhadap kontroversi yang muncul.

Kejadian ini juga menunjukkan peran aktif masyarakat dalam mengawasi dan memberikan kritik terhadap karya seni yang dianggap tidak pantas atau merugikan. Partisipasi aktif netizen dalam melaporkan dan menyampaikan keluhannya kepada pihak berwenang turut berkontribusi dalam penyelesaian masalah ini. Ke depan, diharapkan adanya peningkatan kesadaran akan tanggung jawab sosial dalam berkarya dan penggunaan media sosial yang bijak, baik dari para seniman maupun pengguna media sosial lainnya.